‘Batawaf’ Halal bi Halalnya Warga Muslim Tidore Dalam Sudut Pandang Sosial Budaya

Rombongan Tawaf warga muslim Kelurahan Tidore saat mendatangi rumah-rumah warga muslim lainnya.

Tahuna- Tawaf dalam Bahasa Arab berarti kegiatan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Tawaf merupakan amal ibadah yang dilakukan umat muslim saat menjalankan haji dan umroh. Juga salah satu rukun haji dan umroh bagi umat muslim yang wajib dilakukan saat mereka melaksanakan kegiatan tersebut.

Berbeda dengan tawaf yang diartikan atau jamak dikenal oleh umat muslim sedunia, tawaf warga Kelurahan Tidore Kabupaten Kepulauan Sangihe bermaksud dan bertujuan tidak mengelilingi Ka’bah. Melainkan kegiatan yang dilakukan untuk bersilaturahmi saling bermaaf-maafan dari rumah ke rumah warga muslim Tidore yang merayakan Hari Raya Idul Fitri setiap tahunnya.

Pun begitu di Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriah ini, dimulai Kamis(6/6) sampai Minggu(9/6), seluruh umat muslim Tidore kembali melakukan kegiatan ini dengan penuh suka cita. Dari Tawaf Lingkungan (Kamis), Tawaf Pemuda (Jumat-Sabtu) dan Tawaf Ibu-ibu (Minggu), semuanya ambil bagian dari kegiatan setahun sekali ini.

Khususnya bagi anak-anak kecil, sungguh betapa senangnya mereka mengikuti tawaf ini. Dengan asyiknya berjalan masuk satu rumah ke rumah lainnya, dari satu lorong ke lorong lainnya, sambil menenteng tas atau plastik besar untuk mengisi makanan (Snack jajanan di warung) dan minuman kaleng, atau dilain kesempatan duduk santai memakan makanan khas Sangihe.

Masakan khas Sangihe seperti ikan bakar, sagu bakar, tinutuan (sup dari campuran sayur, labu dan jagung serta mie) atau bubur manado dan lain-lain, yang sengaja tuan rumah sajikan untuk rombongan tawaf yang singgah, setelah berjabatan tangan saling bermaaf-maafan, pembacaan doa selamat dan tabuhan rebana yang diperuntukkan kepada sang pemilik rumah.

Tidak ada keluhan atau rona masam yang terpancar dari wajah pemilik rumah saat rombongan datang. Cuma senyum sumringah, muka berseri-seri, gembira, ceria dan bahagia yang tersungging, terpampang begitu gamblang di raut wajah setiap pintu rumah. Malah seakan-akan rombongan ini ditunggu dan dipastikan jangan sampai melewati rumahnya.

Sebegitu istimewanya tawaf ini bagi warga muslim Tidore. Karena mereka memaknai kegiatan ini tidak hanya untuk bersilaturahmi dan bermaaf-maafan, juga jauh mengartikannya sebagai moment untuk mempererat tali persaudaraan. Dan terbukti mereka banyak memanen dampak positif setelah tawaf ini berakhir. Yang mereka rasakan ketika berhadapan dengan acara-acara atau kepentingan-kepentingan lain yang tidak bisa mereka kerjakan sendiri. 

Semisalnya saja dampak positif itu ditandai dengan tak ada satupun warga di kelurahan ini yang tak mengenal warga yang lainnya. Dari awal batas wilayah kelurahan ini sampai ujung kelurahan, mereka kenal satu per satu. Siapa namanya, dimana rumahnya, anak siapa dan tinggal di lingkungan, RT/RW berapa, semuanya mereka tau.

Contoh lain dari aura positif kegiatan ini, seperti tatkala jika ada yang hendak mengadakan pesta pernikahan, khitanan, aqiqah bahkan yang sifatnya kedukaan pun, mereka kerjakan bersama-sama, bergotong-royong dari yang muda sampai yang tua. Tak seperti di kota-kota besar yang media ini rasakan, hanya jiran terdekat dan keluarga saja yang turut andil di moment-moment yang media ini uraikan di atas. 

Berbangga-dirilah warga muslim Tidore yang mempunyai tradisi ini, walaupun tidak sempurna. Walaupun harus sedikit mengeluarkan uang atau tenaga lebih. Walaupun jika ada yang memaknainya dengan sesuatu yang keluar dari konteks tawaf itu sendiri. Walaupun masih ada hal-hal yang belum bisa diraih secara bersama-sama. Atau bahkan mungkin apa yang media ini utarakan dianggap terlalu berlebihan (lebay) oleh pembaca, budaya ini sangatlah spesial dan baru media ini temukan di Kelurahan Tidore.

Mungkin itu yang bisa media ini jabarkan tentang bagaimana warga muslim Tidore menjaga, melestarikan dan menjadikan hajatan ini menjadi sebuah tradisi budaya yang bernilai tinggi. Dan memaknai semangat kegiatan ini hingga ke setiap aktivitas mereka sehari-hari. Semoga saja kegiatan ini menjadi amal jariah (berkelanjutan atau terus-menerus) para pelakunya baik didunia dan akhirat kelak.

Dan ke dua jempol penulis catatan ini  acungkan buat warga muslim Tidore. Kalian layak mendapatkannya karena kesetiaan kalian yang tetap menjunjung tinggi kearifan warisan leluhur kalian. Tetap jagalah budaya ini, lestarikan hingga dunia ini tak berbentuk lagi. (Zul)