Berdagang Diluar Area Pasar, Pedagang Pasar Towo’e Perlu Ditertibkan

Suasana jual beli di Pasar Towo’e Kabupaten Kepulauan Sangihe

Tahuna- Walaupun sudah puluhan tahun Pasar Towo’e ada dan menjadi sentra pusat perdagangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, namun saat ini keberadaannya sebagai penggerak roda perekonomian masih dipertanyakan.

Banyaknya para pedagang yang berjualan diluar area pasar banyak dipertanyakan oleh masyarakat Sangihe. Kondisi ini terkesan rancu, akibat banyaknya meja atau lapak pedagang yang ada di dalam Pasar Towo’e kosong. Bahkan hingga berbulan-bulan tak ada yang mengisi lapak tersebut.

“Kita heran bang lihat meja lapak di Towo’e. Banyak yang didepan pasar yang berjualan, sementara itu yang didalam banyak yang kosong. Terus ketika kita coba mau menempati meja itu, eh ada yang bilang sudah ada yang punya. Yang bikin saya bingung, ada pedagang yang punya sampai tiga meja. Dengar-dengar mereka bayar 500-600 ribu/meja. Padahal setau saya itu ga boleh.” ujar warga Tidore yang namanya enggan disebutkan. 

Terkait hal tersebut, media ini pun mengkonfirmasi Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Kabupaten Kepulauan Sangihe Ir Felix Gaghaube melalui Kepala Bidang Pengelola Pasar Obed Meheda. Dikatakannya pihak Disperindag telah mengatur para penjual di lokasi yang telah ditentukan. Namun banyak penjual tersebut, malah memilih tempat yang lain. Dengan alasan tempat yang dipilihkan pihak Disperindag tidak strategis.

Kepala Bidang Pengelola Pasar Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Kepulauan Sangihe Obed Meheda.

“Kami sebagai teknis dalam pengelolaan Pasar, pasar Towo’e sudah diatur sejak awal. Namun perkembangan dinamika para penjual ini terus meningkat, sehingga lokasi pasar itu jadi sempit, dan lapak yang ada dilantai itu penuh. Mengatur penjual yang punya lapak ini juga tumpang-tindih. Diatur harus di bangsal lokasi A, dia ingin dilokasi lain. Karena lokasi perputaran para pembeli banyak yang tidak melewati lokasi A.” ujar Obed.

Tidak patuhnya para pedagang itu kata Obed, kini banyak lapak-lapak baru yang ada di luar pasar. Jelas kondisi ini mengakibatkan lapak-lapak yang ada didalam Pasar Towo’e menjadi kosong. Pihak Disperindag sendiri terus melakukan teguran terkait perilaku nakal para pedagang itu. Namun himbauan tersebut hanya dipatuhi pada saat itu saja, besoknya para pedagang sudah mengulangi perilaku nakalnya kembali.

“Sudah ditertibkan untuk kembali ke lapak asalnya, mereka mengaku ‘bapak lebih baik di sini jo’ karena mungkin di lapak luar jualan mereka lebih laku. Penertiban ini kita lakukan, namun para pedagang itu mematuhinya hanya pada saat penertiban itu saja. Besoknya mereka kembali ke lapak yang di luar.” ungkapnya. 

Disinggung apakah Disperindag mengutip bayaran per lapaknya sebanyak 500-600 ribu/bulan, dirinya membantah itu. Disperindag hanya mengutip retribusi sesuai dengan peraturan yang ada. Yakni semeternya dikenakan biaya Rp 2000/hari.

“Tidak benar kami memungut bayaran Rp 500.000/meja/bulannya. Yang kami pungut hanya retribusi sesuai Perda No 5 tahun 2010. Per mejanya Rp. 2000/hari. Itu pun hanya yang ada di dalam pasar, kalau yang ada di luar pasar tidak kita kenakan bayaran. Pastinya kami tidak pernah mengutip bayaran diluar dari Perda yang ada.” pungkasnya. (Zul)