Cegah Perdagangan Ilegal Satwa Liar, Satgas Gelar Pelatihan Penanganan Tindak Pidana

Konfrensi Pers Pembina Satgas Bitung. (Foto: herry manadoline)

MANADO – Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung menggelar pelatihan Satgas Perlindungan dan Pengawasan Tumbuhan dan Satwa Liar Kota Bitung dalam penanganan tindak pidana Satwa Liar yang dilindungi. Kegiatan yang digelar di Swisbel Hotel, kerjasama dengan WCS Indonesia, Selasa (22/10/2019).

Satgas yang dibina langsung Wali Kota Bitung, Maximiliaan Jonas Lomban membuat tiga terobosan yang menjadi tonggak utama serta menggemakan komitmen Pemkot Bitung dalam upaya mencegah penyeludupan dan perdagangan ilegal satwa liar di Kota Bitung. “Satgas Bitung secara resmi dibentuk pada tanggal 27 Oktober 2017, melalui Keputusan Walikota Bitung Nomor 188.45/HKM/SK/245/2017 tentang Pembentukan Satuan Tugas Perlindungan dan Pengawasan Tumbuhan dan Satwa Liar di Kota Bitung,” ungkap Lomban.

Lebih jauh dikatakan Lomban, Satgas Bitung merupakan gabungan dari 15 instansi daerah yang bertugas di bidang pengawasan, konservasi serta penegakan hukum, 4 lembaga konservasi, 2 BUMN bidang perhubungan dan terakhir kecamatan se-Kota Bitung. “Pelatihan bagi anggota Satgas ditujukan untuk untuk meningkatkan kapasitas anggota Satgas Bitung dalam melakukan identifikasi satwa liar yang dilindungi dan mendeteksi tindak pidana satwa liar di wilayah Kota Bitung,” ujar Lomban

Lebih lanjut, dalam kegiatan pelatihan ini anggota Satgas Bitung akan menyusun dokumen rencana tindak lanjut (action plan) penguatan penegakan hukum satwa liar yang akan dilakukan bersama-sama kedepannya. Action plan adalah terobosan ketiga yang menjadi kerangka kerja sekaligus membantu mendukung kinerja Satgas Bitung ke depannya.

Sementara itu, Noel Layuk Allo selaku Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara (BKSDA) mengapresiasi serangkaian terobosan yang dilakukan Satgas Bitung. “Ketiga terobosan ini menjadi contoh kolaborasi yang baik oleh semua pihak dalam meningkatkan upaya konservasi di Sulawesi Utara, khususnya Kota Bitung. Tentu saja kami mengharapkan kolaborasi ini dapat berjalan dengan baik dan terus berkembang. Rencana tindak lanjut (action plan) yang akan dihasilkan dalam pelatihan ini akan menjadi basis untuk menjaga sinergitas upaya konservasi dan penegakan hukum selanjutnya. Bahkan, BKSDA sendiri telah bekerjasama dengan mitra melakukan kegiatan mitigasi dan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat atas keberadaan keanekaragaman hayati di Sulawesi Utara. Sehingga tidak hanya alam yang terjaga dengan baik, tetapi juga terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Sementara itu pula, Country Director Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP), Noviar Andayani menyatakan, pelatihan ini memperkuat basis efektivitas penegakan hukum kejahatan satwa liar. Sebagai kota yang menjadi salah satu gerbang terpenting Indonesia, Bitung dapat menjadi model kolaborasi multi-pihak untuk menghentikan penyeludupan satwa liar kebanggaan Indonesia ke luar negeri, serta mencegah masuknya spesies invasif yang dapat mengancam keberadaan spesies asli Indonesia. “Kami berharap himbauan resmi melalui tayangan videotron dan pelatihan ini menginspirasi semua elemen masyarakat untuk menjadi bagian upaya pelestarian dan perlindungan satwa liar,” katanya.

Ditambahkan, sejak tahun 2017, Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) telah bekerjasama dengan pemerintah daerah Kota Bitung dalam pembentukan Satgas Bitung. Dalam Keputusan Wali Kota di atas, WCS-IP menjadi salah satu dari empat lembaga masyarakat sipil yang bergabung sebagai anggota Satgas. WCS-IP telah mendukung peran pemerintah Indonesia di bidang konservasi selama lebih dari 20 tahun sedangkan untuk wilayah Sulawesi Utara telah berjalan selama satu dekade.

Bitung yang dikenal sebagai “Kota Serba Dimensi” karena memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan sejumlah spesies satwa liar yang unik. Di antara spesies-spesies satwa unik tersebut, terdapat 4 spesies satwa yang merupakan satwa kunci, yaitu monyet hitam Sulawesi atau yaki, anoa, maleo dan babirusa. Saat ini keberadaan satwa-satwa tersebut terus terancam karena diburu dan diperdagangkan secara ilegal. Berdasarkan sejumlah riset, jumlah populasi yaki dalam 40 tahun terakhir mengalami penurunan sebesar 80%. Anoa dan maleo semakin sulit dijumpai. Sebagai kota yang memiliki pelabuhan terbesar di Sulawesi Utara, Bitung memiliki peran strategis untuk dapat memutus jalur penyeludupan satwa liar dari Indonesia Timur ke negara-negara tetangga, seperti Filipina, Thailand dan Hongkong.(*)