Dinilai Bebankan Petani, DPRD Sulut Perjuangan Penghapusan PPN Pertanian dan Perkebunan

MANADO-Dengan adanya  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi produk hasil pertanian sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan MK Nomor 39/PUU-XVI/ 2016 harus ditindaklanjuti oleh pemerintah pusat agar berdampak pada bangkitnya perekonomian para petani di Sulut.

Karena adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi produk hasil pertanian ini, dua anggota DPRD Sulut dari Fraksi Nyiur Melambai dan  PDIP memberikan pernyataan politik penolakan PPN tersebut dan meminta Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan untuk mengambil sikap keberpihakan terhadap petani dengan membatalkan PPN tersebut.

Seperti yang diungkapkan Ketua Fraksi Nyiur Melambai, Wenny Lumentut meminta penangguhan PPN hasil pertanian dan perkebunan yang dikuasai oleh masyarakat dihapuskan, kecuali yang dimiliki oleh perusahaan multiplayer.

“Agar perdagangan dapat dilakukan orang kecil pengenaan PPN atas barang hasil perkebunan tidak memberikan manfaat yang nyata bagi penerimaan negara karena produk perkebunan,” ucapnya Selasa (30/6/2020).

Sementara itu, anggota fraksi PDIP Sandra Rondonuwu menyatakan, kebijakan PPN ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap petani.

“PPN pertanian dan perkebunan adalah pengkhianatan terhadap petani,”tegas Rondonuwu.

Lanjut Rondonuwu, 70 persen masyarakat Sulut masih menggantungkan perekonomian pada pertanian.

“Ini penjajahan baru terhadap petani jika diberlakukanya  PPN pertanian dan perkebunan, karena itu petani Sulut memohon dan meinta batalkan PPN perkuat sektor pertanian dan perkebunan serta bongkar dan libas mafia pertanian,” ujar Rondonuwu.

Rondonuwu mengakui alasan perlunya pembatalan PPN bagi petani, karena  Produk pertanian umumnya terkait dengan ketahanan pangan,” tambahnya.

Selain itu, Ia mengatakan produk umumnya bahan mentah dan tidak ada intervensi negara dalam produksi. “Jangan buat petani Sulut mencari kemerdekaanya sendiri,” tutupnya.(mom)