Dugaan Adanya Ajaran Radikalisme di Maen dan Munte, Ini Penjelasan MPTT-I Minut

Pengurus

MANADO-Adanya dugaan ajaran radikalisme di Desa Maen Kecamatan Likupang Timur dan Desa Munte Kecamatan Likupang Barat, yang disampaikan anggota DPRD Sulut Netty A Pantow, akhirnya ditanggapi oleh Pengurus Majelis Pengajian Tauhid Tasawuf Indonesia (MPTT-I) Kabupaten Minahasa Utara (Minut).

Pengurus MPTT-I  Minut saat menyampaikan aspirasi di DPRD Sulut yang diterima langsung Ketua Komisi I Ferdinand Mewengkang, Selasa (13/2/2018).

Ini dibuktikan, Selasa (13/2/2018) MPTT-I mendatangi DPRD Sulawesi Utara (Sulut). Kedatangan mereka untuk mempertanyakan pernyataan anggota DPRD Netty Agnes Pantouw, soal adanya aduan masyarakat tentang aktivitas penyebaran ajaran radikalisme tersebut.

Pembina MPTT-I Minut Sarjan Maramis meminta  Komisi I bidang Pemerintahan dan Hukum untuk melakukan hearing terkait pernyataan Pantouw tersebut.

“Yang kami tahu tidak ada ajaran seperti yang disampaikan ibu Netty Pantouw. Baik di Desa Maen maupun Desa Munte. Kami berharap, Komisi I menjadwalkan pertemuan dengan ibu Netty Pantouw agar masalah ini jelas dan terklarifikasi,“ ujar Maramis.

Kepada wartawan, Maramis yang kesehariannya adalah Hukum Tua Likupang II Kecamatan Likupang Timur, menyatakan penyesalannya atas sikap Pantouw yang terlalu cepat menyampaikan aduan masyarakat tersebut di rapat paripurna, tanpa melakukan klarifikasi dengan pemerintah desa.

“Sebenarnya, Ibu Netty Pantouw tidak tahu persoalan awal di sana. Ini sebenarnya masalah pribadi, seharusnya tidak dikonsumsi publik,” tukas Maramis.

Lanjut Maramis, di desa Maen ada ‘persaingan’ antara dua oknum yang mencalonkan diri sebagai imam mesjid.“Dua orang ini sama-sama sekolah di Aceh. Orang yang pertama pulang kemudian menjadi Imam. Setelah beberapa waktu lalu melanjutkan kuliah di Mesir. Orang ini kemudian mencalonkan diri jadi iman dan menang. Jadi ini interest pribadi,” tukasnya.

Masih menurut Maramis, terkait beberapa warga yang mengadu pada Pantouw sebagai anggota DPRD dari daerah pemilihan Minahasa Utara, yang diketahui bernama Hizbulah dan Bayik, memang mereka adalah warga setempat.

“Namun harusnya ditanyakan, mereka ini apa dan siapa di desa. Tokoh masyarakatkah atau warga biasa? Jadi, jangan sembarang langsung disampaikan di rapat paripurna,” tambahnya.

Meski ada masalah ini, Maramis menyatakan, bahwa di dua desa tersebut tidak ada konflik, hingga nyaris rusuh sebagaimana yang diadukan Hizbulah Cs kepada Netty Pantouw.

“Sebagai Hukum Tua, Saya meminta kepada masyarakat , untuk tetap menjaga kerukunan yang selama ini terjaga. Jangan sampai membuat kita berkonflik, tapi harus tetap rukun dan damai. NKRI harga mati,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I Ferdinand Mewengkang menyatakan, siap mempertemukan MPPTT-I Minut dengan Netty Pantouw dalam agenda resmi.

“Ajukan surat resmi kepada Ketua DPRD Sulut, nanti akan diagendakan secara resmi pula agenda hearingnya,” tegas Mewengkang. (mom)