Einsteinnya Sangihe, Berprestasi Tapi Kurang Diperhatikan

Eistennya Sangihe masih tetap belajar mengisi soal-soal matematika, isaat teman-teman lainnya asyik bermain atau bersenda gurau saat jam istirahat.

Tahuna- ‘Einsteinnya Sangihe’ julukan ini layak disandang oleh Daniel Glorio Alessandro Maralending. Warga Kampung Pisang Kelurahan Sawang Bendar berumur 11 tahun, kelas VI SD Negeri 1 Tahuna. Cukup beralasan juga, mengapa julukan itu disematkan kepadanya, karena memang dia memiliki otak yang encer. 

Berkat anugerah Tuhan yang dimilikinya itu, dia dapat menguasai pelajaran matematika. Dan bisa dikategorikan otodidak dalam pelajaran matematika, sebab hanya dilatih oleh kedua orangtuanya dalam mempelajari soal-soal olimpiade matematika setiap harinya. Tapi dengan keterbatasan itu, dia bisa berprestasi di beberapa ajang kejuaraan di bidang pelajaran matematika. Tidak seperti anak-anak kota lainnya yang banyak memiliki sarana, seperti tempat les, atau mendatangkan guru les matematika dirumah mereka. 

Dengan keterbatasan itu juga, baru-baru ini, Daniel berhasil meraih medali Gold atau peringkat pertama kategori kelas 5-6 SD di ajang Southeast Asian Mathematical Olimpiade (SEAMO) tingkat Pelajar Provinsi Sulawesi Utara, yang diadakan pada 27 September 2019 di Kota Manado. Dan Daniel peraih peringkat pertama, otomatis mendapat kesempatan mengikuti kembali di ajang SEAMO X 2020 di Australia. 

Berprestasi tapi kurang diperhatikan, mengapa demikian? karena kedua orang tuanya tak memiliki dana, serta kurangnya dukungan dari Pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Sangihe, membuat Daniel harus gigit jari, karena tak bisa berangkat bertanding dengan anak-anak pintar lainnya di ajang SEAMO X bulan Januari 2020 di Australia. 

Daniel Glorio Alessandro Maralending (11), kelas VI A SD Negeri 1 Tahuna.

“Kemarin itu Niel dapat Gold lomba Matematika di Manado, kualifikasi untuk ke babak final di Australia kejuaraan SEAMO Southeast Asian Mathematical Olimpiade. Sedih ga bisa berangkat ke Australia, karena orang tua Niel juga ga punya uang, pemerintah juga ga ada kasih bantuan. Tapi Niel ga putus asa, masih tetap semangat”, ungkap Daniel saat ditemui di ruang kelas VI SD Negeri 1 Tahuna.

Anak pertama dari pasangan Ambat Maralending dan Elviera Abast yang lahir pada 28 Maret 2008 ini, diakui Wali Kelas VI A SDN 1 Tahuna Jannes Sindar Spd, memiliki kepintaran diatas rata-rata karena tak mengikuti les-les tertentu. Bisa dikatakan otodidak, lantaran hanya diasah atau dilatih oleh kedua orang tuanya di rumah, serta guru yang ada di sekolah. 

Wali Kelas VI A SD Negeri 1 Tahuna Jannes Sindar Spd.

“Si Daniel ini kalau di kelas bisa bantu guru, terutama tentang pelajaran matematika. Jadi misalnya teman-temannya kurang jelas, dia bisa ajari teman-temannya. Kecepatannya juga dalam cara hitung matematika, saya akui lebih cepat diadia”, kata Sindar.

Dirinya juga mengungkapkan bahwa dukungan dari orang tuanya dirumah, sangat mempengaruhi Daniel, khususnya dalam pelajaran matematika. Berkat sering dilatih kemampuannya tersebut, Daniel sering meraih prestasi di kejuaraan olimpiade matematika. 

“Usaha keluarga, terutama ayahnya yang mungkin juga punya hobi matematika. Dia salurkan melalui anak, dan anak ini juga terima, respon dengan baik, terus belajar, terstruktur juga jadwal belajarnya di rumah”, lanjutnya.

Disinggung kendala apa yang ada, sehingga Daniel tak bisa berangkat ke Australia, beliau pun mengatakan karena dana untuk bisa ikut di ajang tersebut terlalu besar.

“Kendalanya itu dana, beda kalau di Singapore kemarin. Karena biayanya sedikit jadi dia bisa ikut. Beda kalau di Australia, dananya besar. Orangtuanya sudah ada persiapan, cuma tidak mencukupi. Malah orangtuanya buat proposal ke dinas terkait, disertakan seluruh prestasi Daniel”, bebernya.

“Dan dari dinas juga sudah ada respon, tapi saya kurang begitu tau bagaimana perputaran dana di dinas sana ya. Dinas Pendidikan sudah datang ke sekolah, langsung dengan orang tuanya, lihat proposal juga. Tapi ya eksekusi dana tadi yang saya tau belum ada dari Dinas Pendidikan.” ungkapnya. 

Sementara itu ke dua orang tua Daniel saat ditemui media ini di rumahnya Kampung Pisang Kelurahan Sawang Bendar, merasa kecewa dengan gagalnya anak mereka berangkat ke Australia. Besarnya biaya pendaftaran yang mencapai 22 juta lebih,  menjadi kendala terbesar untuk memberangkatkan Daniel ke Australia. 

Ambat Maralending dan Elviera Abast, ke dua orang tua Daniel saat ditemui media ini dirumahnya Kampung Pisang Kelurahan Sawang Bendar.

“Jadi saat pengumuman pemenang bahwa Daniel berhak ke tinggat global SEAMO X 2020 bulan Januari di Australia. Kami berupaya agar Daniel dapat berangkat ke sana. Kami bersama pihak sekolah membuat proposal, dan proposal itu kami antar langsung ke bapak Bupati. Dan kami bersyukur bapak merespon dengan baik, Daniel diupayakan untuk mengikuti ajang ini dan ajang WMI di Malaysia”, kata Elviera Abast Ibunda Daniel. 

“Batas akhir pendaftaran SEAMO X di Australia tanggal 22 November 2019. Sedangkan besarnya biaya pendaftaran itu Rp 22.400.000,00. Kami dan pihak sekolah telah berupaya maksimal, tapi sampai batas akhir kami tidak bisa mengumpulkan uang itu. Hingga dengan berat hati kami membatalkan Daniel berangkat”, ungkapnya. 

Ditanyakan apakah pihak Dinas Pendidikan, selalu perpanjangan tangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Sangihe, tidak merespon dengan baik. Dia mengatakan bahwa sampai batas pendaftaran terkahir pihak keluarga dan sekolah, tidak mendapatkan konfirmasi dari Dinas Pendidikan tentang dana bantuan untuk keberangkatan Daniel. 

Elviera Abast, Ibu Daniel saat di konfirmasi media ini.

“Saya tidak terlalu paham tentang mekanisme penganggaran. Proposal yang kami buat tidak memungkinkan untuk mendapatkan dana hibah, Jadi harus diajukan ke Dinas Pendidikan. Hingga batas waktu pendaftaran, kami tetap mengkonfirmasi ke Dinas Pendidikan, apakah Daniel bisa mendapatkan bantuan dari Dinas Pendidikan untuk biaya pendaftaran”, tegasnya. 

“Tapi sampai batas waktu pendaftaran itu, kami tidak mendapatkan konfirmasi dari Dinas Pendidikan. Soal dana yang tidak atau belum tertata di Dinas Pendidikan, di saat itu kami pun tidak mengetahuinya. Dan sangat disayangkan hingga batas terakhir itu Daniel tidak mendapatkan dana untuk berangkat ke Australia”, ujarnya. 

Dirinya pun berharap di ajang berikutnya yang akan diadakan di Malaysia, Daniel bisa mendapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe. Karena Daniel bisa membuktikan bahwa dengan segala keterbatasan yang ada, anak-anak Sangihe bisa bersaing dengan anak-anak manapun. 

“Kami berharap di ajang WMI di Malaysia yang akan datang, kami dapat bantuan dari Dinas Pendidikan, dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe atau dari manapun. Sehingga Daniel bisa menunjukkan bahwa torang orang Sangihe, bukan nimbole kalah bersaing dengan orang lain.Torang ada anak yang berpotensi, cuma mungkin masalah koordinasi, masalah dana yang harus kita bicarakan bersama. Sehingga anak-anak Sangihe bisa berkompetisi di tingkat nasional dan internasional”, pungkasnya. (Zul)