Inilah PP tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual

JAKARTA – Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 83 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pada 26 Juli 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual.

Dalam PP ini disebutkan, pencatatan perjanjian Lisensi dilakukan terhadap objek kekayaan intelektual di bidang: a. hak cipta dan hak terkait; b. paten; c. merek; d. desain industri; e. desain tata letak sirkuit terpadu; f. rahasia dagang; dan g. varietas tanaman.

“Pemegang hak kekayaan intelektual berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain untuk melaksanakan hak eksklusif yang dimilikinya,” bunyi Pasal 3 PP ini.

Pemberi Lisensi, menurut PP ini, tidak dapat memberikan Lisensi kepada penerima Lisensi jika hak kekayaan intelektual yang dilisensikan: a. berakhir masa perlindungannya; atau b. telah dihapuskan.

Perjanjian Lisensi, jelas PP ini, dilarang memuat ketentuan yang dapat: a. merugikan perekonomian Indonesia dan kepentingan nasional; b. memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi; c. mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat; dan d. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Pencatatan Perjanjian Lisensi

Dalam PP ini disebutkan, perjanjian Lisensi wajib dilakukan pencatatan oleh Menteri (yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum).

Perjanjian sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat: a. tanggal, bulan, tahun, dan tempat ditandatanganinya Lisensi; b. nama dan alamat pemberi Lisensi dan penerima Lisensi; c. objek perjanjian Lisensi; d. ketentuan mengenai Lisensi bersifat eksklusif atau noneksklusif, termasuk sublisensi; e. jangka waktu perjanjian Lisensi; f. wilayah berlakunya perjanjian Lisensi; dan g. pihak yang melakukan pembayaran tahunan untuk paten.

“Dalam hal pemberi Lisensi dan/atau penerima Lisensi: a. bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia; atau b. warga negara asing, permohonan pencatatan perjanjian Lisensi harus diajukan melalui Kuasa,” bunyi Pasal 8 PP ini.

Dalam hal objek kekayaan intelektual berkaitan dengan hak cipta dan hak terkait yang terdiri dari beberapa judul atau karya atas objek kekayaan intelektual dengan para pihak yang sama dalam perjanjian Lisensi, menurut PP ini, permohonan pencatatan perjanjian Lisensi dapat diajukan dalam satu permohonan.

Permohonan perjanjian Lisensi, menurut PP ini, diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Menteri, yang bisa dilakukan melalui media elektronik atau nonelektronik.

Selanjutnya, Menteri menerbitkan surat pencatatan Lisensi dan memberitahukan kepada Pemohon dalam jangka waktu 2 (dua) Hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan dinyatakan lengkap dan sesuai.

Menurut PP ini, Menteri mencatat perjanjian Lisensi dalam: a. daftar umum desain industri; b. daftar umum desain tata letak sirkuit terpadu; c. daftar umum perjanjian Lisensi hak cipta; atau d. daftar umum perjanjian Lisensi hak kekayaan intelektual lainnya.

Pencatatan perjanjian sebagaimana dimaksud diumumkan dalam: a. berita resmi desain industri; b. berita resmi desain tata letak sirkuit terpadu; c. berita resmi rahasia dagang; d. berita resmi merek; e. berita resmi paten; atau f. daftar umum perjanjian Lisensi hak cipta.

“Pencatatan perjanjian Lisensi berlaku untuk jangka waktu selama perjanjian Lisensi berlaku. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah berakhir, pemohon dapat mengajukan permohonan kembali,” bunyi Pasal 17 ayat (1,2) PP ini.

PP ini juga menegaskan, bahwa perjanjian Lisensi dapat diubah, yang meliputi nama pemberi atau penerima Lisensi, atau perubahan selain sebagaimana dimaksud.

Selain itu, pencatatan perjanjian Lisensi dapat dicabut berdasarkan: a. kesepakatan antara pemberi Lisensi dan penerima Lisensi; b. putusan pengadilan; atau c. sebab lain yang dibenarkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 27 Juli 2018 itu. (stenly).

Sumber : Pusdatin/setkab.