Lawan Pemerintah, Warga Ketang Baru Menolak Rapid Test, Ini Sanksi Pidananya

MANADO — Warga Ketang Baru, Kecamatan Singkil, Kota Manado, menolak untuk dilakukan rapid test, menyusul kejadian pengambilan jenazah positif Covid-19 di Rumah Sakit Pancaran Kasih beberapa hari lalu.

Dengan spanduk bertuliskan “Torang Orang Ketang Baru Sampe Hari Ini Masih Sehat. Torang Nyanda Perlu Rapid Test,” curi perhatian masyarakat, bahkan ada yang menyayangkan sikap penolakan tersebut.

Padahal, pekan lalu, Pemerintah Kota Manado melalui Dinas Kesehatan sudah berupaya semaksimal mungkin melakukan pembicaraan intensif bersama anggota dewan provinsi, Amir Liputo, tokoh masyarakat dan tokoh agama, sudah bersepakat Senin kemarin dilakukan rapid test. Malahan muncul spanduk warga menolak dan siap melawan jika dilakukan rapid test.

Sebelumnya, Kepada Manadoline.com, tokoh masyarakat Ketang Baru, Hj. Syahrul Poli mengatakan masyarakat di kelurahan Ketang Baru menyampaikan terima kasih atas inisiatif dari Pak Kadis Kesehatan Kota Manado yang sudah melakukan pertemuan dengan perwakilan masyarakat Ketang Baru dan Ternate Baru.

“Terima kasih karena Pak Kadis sudah melakukan satu upaya bersama untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Kota Manado. Kami sadari bahwa pemutusan rantai Covid-19 tidak bisa hanya dilakukan sendiri oleh pemerintah daerah, tapi butuh keterlibatan masyarakat. Sebab itu, kami dua kelurahan yaitu Ketang Baru dan Ternate Baru bersepakat untuk membantu Pemerintah Kota Manado dalam rangka untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Kota Manado,” ujar Poli.

Sementara, kondisi dilapangan berbeda. Spanduk penolakan warga Ketang baru untuk dilakukan rapid test telah viral. Maka dari itu, perlu diketahui beberapa poin mendasar dan berlandaskan hukum, terkait sanksi pidana bagi siapapun yang berupaya melawan untuk dilakukan pencegahan penyebaran virus Covid-19.

Seperti dikutip dari republika.co.id, dasar penerapan sanksi pidana penjara dan juga denda uang bagi yang melanggar, dapat dilihat bersama dalam Undang-Undang RI Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Kemudian ada juga diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta peraturan Undang-Undang RI Nomor 36/2009 tentang Kesehatan.

Untuk Undang-Undang RI Nomor 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular, telah dijelaskan ketentuan pidana bagi yang melanggarnya. Ketentuan tersebut tertulis pada Pasal 14 Ayat 1 dan 2. Pada Pasal 14 ayat 1 dikatakan, “Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta.

Kemudian pada ayat dua, “Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp 500 ribu”.

Kemudian dalam peraturan Undang-Undang RI Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juga demikian. Ketentuan pidana dalam Pasal 93 telah disebutkan, “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 dan atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat di pidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta”.

Kemudian ada juga dasar penindakan hukum yang mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. Pada bagian Kesatu tentang Penyakit Menular, telah dijelaskan dasar penindakannya pada Pasal 152 Ayat 1 dan 2. Jadi apabila masyarakat menolak atau melawan aparat, maka Polri akan menindak sesuai pidana umum yang ada pada Pasal 212, Pasal 216 dan Pasal 218 KUHP.

Seperti dalam Pasal 212 KUHP disebutkan, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.

Kemudian pada Pasal 216 KUHP Ayat 1 dikatakan, “Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana.

Demikian pula disampaikan, barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.

Kemudian pada Pasal 218 KUHP menyebutkan, “Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000. (swb).