Mantan Koruptor Caleg Bro?

Paulus Sembel

CATATAN

Paulus Adrian Sembel

KALAU  kita mendiskusikan apakah mantan koruptor bisa Caleg atau tidak, mungkin hal biasa. Tapi jika sudah ada aturan dari Lembaga yang berkompeten terhadap pelaksanaan Pemilu Legislatif, bahwa mantan Koruptor tidak bisa Caleg dan akhirnya aturan ini dimentahkan oleh Bawaslu dan MA, maka ini menjadi luar biasa.

Paulus Sembel

Luar biasa disini, karena soal Korupsi bukan hanya sekedar ‘barang haram’ tapi memang merupakan kejahatan luar biasa yang menggerogoti negara dari sisi finasial/keuangan.

Mempermasalahkan Keputusan MA menganulir Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018 tentang Larangan kepada mantan Koruptor untuk menjadi Caleg, memang akan melahirkan perdebatan yang panjang.

Akan banyak varian untuk argumentasinya….. Pasti ada pro kontra.

Tapi jika negara, juga masyarakat Indonesia concern terhadap pemberantasan korupsi di republik ini, maka segala sesuatunya harus clear kan? Trus apanya yang harus clear? Yaaa…setidaknya itu regulasi, eksekutor/lembaga pelaksana, serta budaya dan karakter bangsa yang benar-benar mau berperang dan melawan ini (korupsi) to?.

Nah sehubungan dengan adanya PKPU yang melarang mantan koruptor nyaleg, jika dikaitkan dengan semangat pemberantasan korupsi yang saya maksud diatas, maka hal ini (aturan PKPU no. 20/2018) setidaknya dapat diamankan. Bukan dibuat untuk dianulir, begitu kira-kira bro hehehe……

Artinya aturan ini final dan tidak perlu lagi diinterpretasi berbagai macam, misalnya soal HAM, Hak Politik warga negara dan lain-lain. Demikian juga jika ini sudah final, tidak akan ada personal, parpol, Bawaslu, sampai pada MA mempersoalkannya lagi. Buat apa dikeluarkannya aturan, tapi akhirnya dimentahkan oleh lembaga lainnya?

Eeeee bro….ini bisa saja terbaca oleh publik karena ada sesuatu hal sehingga peraturan ini HARUS dianulir………. atau karena adanya kepetingan politik?

Saya khawatir Lembaga Hukum sekelas MA akan kehilangan kepercayaan publik. Ini memang persoalan Man and System direpublik ini. Tapi bro tau nda, dinegara lain, koruptor dibunuh, ditembak, disetrum, dikucilkan, diberi sanksi berat, tapi kita disini malah diberi reward. Hmmmmmmmm…..kenapa bro???

Tidak diberi peluang bagi mantan koruptor untuk nyaleg sudah sanksi/punishment, tapi disini malah dapat penghargaan, hadiah dan lain-lain hehehe. Kalo begini, Bangsa ini susah akan maju seperti Cina, Jepang, Korea dll jika koruptor diberi peluang kan bro?.

Ada pertanyaan besar di hati saya, yakni; jika mantan Koruptor ini terpilih sebagai wakil rakyat dan tertangkap kembali karena kasus korupsi, wah……bagaimana menyikapinya ya? Apakah ada aturan baru lagi bahwa yang bersangkutan tidak boleh jadi caleg, atau calon kepala daerah kedepan. Atau dibuat aturan baru lagi, trus nanti dianulir lagi? Hahahaha…..

…..Atau biarlah korupsi ini langgeng di arena legislatif dan eksekutif, supaya menjadi fragmentasi politik bagi rakyat yang jadi penonton dengan membelalakkan mata……Huffff kebangetan bingitzzz orang gaul bilang…

Mudah-mudahan 90 hari yang diberikan MA ke KPU untuk pikir-pikir melaksanakan putusan judicial review dapat terlaksana. Oleh sebab itu, KPU masih berhak mencoret eks koruptor.

Eitsss…… KPU jangan tinggal diam dong. Jawab tu tantangan MA…….

Tapi yang paling penting disini adalah, publik (baca: masyarakat umum) jangan disuguhi perdebatan tentang aturan tetek bengek yang pasti rumit. Masyarakat awam pasti tidak akan memahaminya. Nurani mereka akan bertanya tentang: kenapa koruptor ngotot dicalonkan? Getoooo….

Hei bro……ada dua hal yang perlu dikemukan, yakni; pertama, ‘pembelajaran politik’ apa yang bisa didapat dari pencalegan mantan koruptor? Kedua, jika Korupsi dianggap sebagai ‘kejahatan luar biasa’, nah dengan pencalegan mantan koruptor ini apakah korupsi masih bisa dianggap sebagai bahaya laten.(*)