Nasib Anak Petani Cap Tikus Terancam Putus Sekolah

Para petani cap tikus bertandang di kantor Dewan Minsel ketika menyampaikan aspirasi.

AMURANG– Seseorang yang minum alkohol jenis captikus dengan kapasitas banyak, pasti dampaknya akan mabuk. Namun dibalik itu seorang petani captikus berhasil membuat anak mereka jadi sarjana, polisi dan lainnya hanya bermodalkan hasil dari pohon seho tersebut.

Namun sayangnya, nasib petani captikus diambang kehancuran. Betapa tidak, hasil produksi captikus yang biasa dipasok ke perusahaan-perusahaan.

“Jujur kami katakan, anak kami kuliah dan sekolah dari hasil cap tikus. Kalau cap tikus tidak ada lagi yang beli maka anak akan putus sekolah,” keluh salah satu petani Captikus asal Kecamatan Motoling ketika bersama rekan-rekan petani lainnya saat mendatangi kantor DPRD Minsel menyampaikan aspirasi mereka, Selasa (5/12/2017).

Sementara itu Petani cap tikus Man Pongantung asal Motoling lainnya menyatakan, kedatangan puluhan petani Captikus di Dewan Minsel hanya untuk menyampaikan aspirasi rakyat petani.

“Sebagai petani cap tikus kami mempertanyakan mengapa hasil olahan cap tikus sudah tak dibeli perusahaan-perusahaan. Ada apa sebenernya ini,” ujar Pongantung.

Padahal lanjutnya, pihak perusahaan yang ada di Sulut biasanya membeli cap tikus cukup banyak.

Hal yang sama dikatakan petani cap tikus lainnya Harto Paat. Paat yang ditunjuk sebagai salah satu koordinator menyampaikan kekecewaan mendalam para petani cap tikus.

Menurutnya, ada penyeban lain sehingga pihak perusahaan tak lagi membeli cap tikus.

“Kenapa pabrikan minuman beralkohol saat ini tidak lagi membeli hasil produksi captikus. Ada apa?. Karena apa?,” terang Paat binggung dengan peristiwa itu.

Dikatakan Paat, kondisi miris terjadi pada petani cap tikus disaat kebutuhan ekonomi masyarakat cukup tinggi.

Mulai dari anak- anak kuliahan, sekolah sampai pada kebutuhan menjelang Natal dan Tahun Baru.

“Bulan seperti ini kebutuhan rumah tangga besar, sementara hasil produksi petani tidak bisa di pasarkan,” terangnya begitu kecewa sambil menambahkan alasan penutupan pabrikan sehingga tidak ada operasi sangatlah krusial.

Bersama para petani cap tikus lainnya Paat berharap ada solusi yang diberikan pemerinrah daerah. Sebab ditakutkan jangan sampai pihak pabrikan hanya beralasan sesaat namun akan berlanjut sampai tahun depan.

Sebab sangat dikhawatirkan lanjut Paat, ketika produksi cap tikus mulai saat ini sampai tahun depan ketika tak ada pembeli dari pabrikan maka ratusan anak petani cap tikus akan gagal dalam pendidikan.

“Sekali lagi kami mohon supaya ada perhatian serius dari pemerintah. Lihat saja, banyak orang Minsel jadi pejabat karena cap tikus, banyak jadi dokter atau jadi sarjana hanya dengan modal penjualan  cap tikus,” ujarnya lagi sambil berharap solusi dalam waktu dekat ini bisa terpecahkan.

Para petani cap tikus diterima sejumlah anggota Dewan Minsel. Diantaranya, Wekly Liwe, Djen Lamia, dan Salman Katili dan Benny Marentek, Ronald Pinasang, Joppy Mongkareng.

Aspirasi dari para petani Captikus ini diterima oleh beberapa anggota dewan diantaranya, Benny Marentek, Ronald Pinasang, Joppy Mongkareng, Wekly Liwe, Djen Lamia, dan Salman Katili. (Vie)