RUU KUHP Penjarakan Pelaku Kumpul Kebo dan Seks di Luar Nikah

RUU KUHP mengkriminalisasi hidup serumah tanpa nikah (kumpul kebo) serta seks di luar nikah. Hal itu sebagai perluasan definisi zina. Mengapa keduanya perlu dikriminalisasi?

“Perumusan tindak pidana kesusilaan bersumber dari KUHP dan undang-undang di luar KUHP. Selain itu, dalam merumuskan norma hukum pidana di bidang kesusilaan juga mempertimbangkan hasil penelitian dan masukan dari diskusi kelompok terfokus serta perkembangan hukum dalam yurisprodensi dan praktik penegakan hukum,” demikian bunyi Naskah Akademik RUU KUHP, dikutip dari detikcom, Selasa (3/9).

Struktur pokok perumusan tindak pidana kesusilaan:

1. Norma hukum pidana dalam KUHP yang direformulasi dan disesuaikan dengan nilai kesusilaan masyarakat hukum Indonesia (konsep hukum tentang zina dan kesusilaan). 
2. Norma hukum pidana yang dimuat dalam UU Pornografi, UU ITE, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU tentang Perlindungan Anak yang dirumuskan menjadi tindak pidana pornografi, pornografi melalui media elektronik, dan pornografi yang melibatkan anak, perkosaan dalam rumah tangga).
3. Norma hukum pidana yang bersumber dari hukum adat atau hukum yang hidup dalam masyarakat (tindak pidana hidup bersama tanpa nikah).

“Salah satu jalan keluar yang strategis dalam penanggulangan kriminalitas adalah peningkatan daya tahan atau daya tolak budaya, mengingat kriminalitas sendiri pada hakekatnya merupakan bagian dari budaya manusia,” ujarnya.

Menurutnya, dalam mengisi dan mengarahkan delik-delik susila itu, seharusnyalah unsur-unsur agama memegang peranannya. Baik sekali diperhatikan keterangan-keterangan beliau sekitar adanya pandangan yang semata-mata melihat hubungan antara hukum dan moral, seakan-akan pengaruh unsur agama terhadap hukum tidak mendapat perhatian, khususnya dalam kejahatan-kejahatan terhadap kesusilaan.

“Dari bahan-bahan yang dikemukannya cukup jelas bagi kita betapa konsekwensi yang berbeda antara pandangan-pandangan
sempit dan luas mengenai masalah ini,” jelasnya.

“Pengertian kesusilaan sebaiknya tidak dibatasi pada pengertian kesusilaan dalam bidang seksual, tetapi juga meliputi hal-hal lain yang termasuk dalam penguasaan norma-norma kepatutan bertingkah laku dalam pergaulan masyarakat,” terangnya. (*/swb).