Tabrak Aturan, Penamaan Jalan di Manado Gunakan Orang Masih Hidup

Heru Santoso, Kepala Sub Direktorat Toponim, Data dan Kodefikasi Wilayah pada Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri menjelaskan aturan penamaan suatu wilayah dalam sosialisasi Pembakuan Nama Rupabumi di Pemkot Manado

MANADO – Penamaan Rupabumi suatu wilayah harus memiliki keunikan yang menunjukan identitas daerah, letak geografis yang pasti, dan memiliki batas wilayah yang jelas.

Pun memberikan nama tempat-tempat berarti memberikan sebuah makna untuk diabadikan dalam sejarah.

Di Sulut sendiri bahkan Kota Manado banyak wilayah maupun jalan menamakan orang.

Dua pembicara yang dihadirkan Pemkot Manado dalam sosialisasi Pembakuan Nama Rupabumi di Aula Serbaguna Pemkot Manado, Kamis (12/10/2017), yakni Heru Santoso, Kepala Sub Direktorat Toponim, Data dan Kodefikasi Wilayah pada Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri serta Moh Fifik Syafiudin ST MSc, Kepala Bidang Toponim Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim, Badan Informasi Geospasial (BIG), menekankan, nama tempat tidak boleh menggunakan nama orang yang masih hidup.

Di Sulut termasuk Kota Manado masih ada yang menggunakan nama orang yang masih hidup untuk nama jalan, jembatan dan lainnya.

Contoh nama jembatan yang menghubungkan bagian tengah dan utara Manado dinamakan nama Jembatan Megawati serta ada nama jalan di Kota Bitung menggunakan nama mantan Gubernur Sulut SH Sarundajang.

“Nama-nama yang digunakan dalam pembakuan rupabumi, tidak boleh menggunakan nama orang yang masih hidup. Karena itu, menyalahi aturan yang ada,” tegas Heru Santoso.

Sosialisasi yang dibuka Asisten I, Micler Lakat dan dipandu Kabag Humas dan Pemerintahan Pemkot Manado, Steven Runtuwene itu dihadiri seluruh Camat dan Lurah se Kota Manado. ***

Penulis/editor: antoreppy