Ancam Kebebasan Pers, GCDS Sampaikan Aspirasi ke DPRD Sulut

MANADO—Setelah ribuan mahasiswa Sulawesi Utara melakukan aksi demo di DPRD Sulut, Rabu (25/9/2019) menolak RUU KUHP, UU KPK, RUU Pertanahan, hal yang sama juga dilakukan insan pers Sulawesi Utara  tergabung dalam Gerakan Cinta Damai Sulut (GCDS), Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Manado, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), LBH, PMII Metro, GP Anshor, PMKRI, Persma, Swara Manguni, Swapar, Gusdurian, YSNM, LPA menggungat di DPRD Sulut, Kamis (26/09/2019) di Gedung Cengkih, Kairagi.

Dalam tuntutannya, GCDS menggugat pemerintah dan DPR RI dalam menghasilkan produk-produk hukum yang melemahkan kepentingan masyarakat, melemahkan kewenangan KPK, mengancam kebebasan pers, tidak memberikan rasa aman bagi korban-korban kekerasan seksual.

“ Kami menolak pengesahan Revisi KUHP, RUU KPK, RUU Pertanahan, RUU Pertambangan dan mendesak DPR RI segera menetapkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, serta aturan-aturan hukum lainnya yang tidak berpihak kepada masyarakat dan kebebasan pers,” tegas Joseph Ikanubun selaku koordinator GCDS.

Hal yang sama juga diungkapkan, Ketua AJI Manado Lynvia Gunde  selaku koordinator aksi. Ia menilai, jika RKUHP ini disahkan menjadi undang-undang maka  akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers yang tengah tumbuh dan berkembang di tanah air.

“Kami melakukan pergerakan melawan dan menolak pengesahan produk-produk hukum yang mengancam kebebasan pers yang dilindungi sebagai HAM,” ungkap Lynvia Gunde saat berorasi.

Lanjut Gunde, pasal-pasal dalam RKUHP akan berbenturan dengan UU Pers yang menjamin dan melindungi kerja-kerja pers.

“Kemerdekaan Pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi dalam demokrasi. Tanpa kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi maka demokrasi yang telah diperjuangkan dengan berbagai pengorbanan, akan berjalan mundur,” ucapnya sambil menegaskan, jika keberadaan pasal pasal karet di RKUHP akan mengarahkan kita pada praktik otoritarian.

“Akan yang terjadi di era Orde Baru,   menyamakan kritik pers dan pendapat kritis masyarakat sebagai penghinaan dan ancaman kepada penguasa,” tuturnya.

Sementara, anggota DPRD Sulut Wenny Lumentut didampingi anggota DPRD Sulut James Arthur Kojongian, Billy Lombok, Nick Adicipta Lomban dan Ronald Sampel dalam pernyataannya mengatakan, sebagai sikap politik mereka mendukung seluruh tuntutan yang disampaikan.

“Sikap politik kami berbentuk rekomendasi dimana kami akan mendukung seluruh apa yang disampaikan teman-teman dan akan menyampaikan hal ini ke DPR RI bahkan ke Presiden sesuai mekanisme yang berlaku. Dan teman-teman pers bisa mengawal itu semua,” tutup Wenny Lumentut. (27)