Bawaslu Sulut Sukses Gelar Diskusi Online Perppu Nomor 2 Tahun 2020

Diskusi Online Bawaslu Sulut bekerjasama dengan Fakultas Hukum UKIT, tentang Perppu Nomor 2 Tahun 2020. (foto:istimewa)

MANADO – Giat diskusi online Divisi Hukum Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Utara, tentang terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, menekankan soal kepastian hukum yang belum pasti terhadap waktu penundaan Pilkada.

Komisioner KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menyebutkan penundaan pelaksanaan Pilkada tahun 2020 terkait dengan penyebaran corona virus disease 2019 (Covid-19), sudah dibahas bersama dengan pemerintah sebelum keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2020.

“Dari aspek penundaan. Penundaan Pilkada 2020 karena dampak dari Covid-19, secara formal mendapatkan legitimasi dari pihak-pihak terkait. Hanya saja substantani dari penundaan Pilkada tersebut soal tata caranya,” ujarnya.

Dalam diskusi tersebut, Komosioner Bawaslu RI, Fritz Siregar menuturkan Perppu Nomor 2 tahun 2020 sudah memiliki kepastian hukum, namun demikian diperlukan revisi terhadap Peraturan KPU yang mengatur tentang Pilkada.

“Dalam prespektifnya, Perppu ada kepastian hukum dalam menjalankan Pilkada dan pengawasannya, namun perlu ada revisi Peraturan KPU dalam penegakkan hukum Pilkada,” tutur Siregar.

Senada disampaikan Dekan Hukum UKIT, Jantje Suoth. Menurutnya, kepastian hukum dari Perppu tersebut mesti direspons dengan aturan-aturan pendukung dari penyelenggara dan pengawas yang bisa memberi jaminan kepastian hukum lanjutan dari pelaksaan Pilkada tersebut.

Sementara itu, Komisioner Bawaslu Sulut, Supriyadi Pangelu,SH mengatakan terbitnya Perppu tersebut diperlukan tindaklanjut soal penegakan hukum dari pelaksaan Pilkada, meski demikian penundaan Pilkada memberi kepastian soal lanjutan pelaksanaan Pilkada tersebut.

“Ada kepastian hukum dalam Perppu dikarenakan penundaan Pilkada masih bergantung kepada status pandemik Covid-19. Tapi ada ketidakpastian dikarenakan pelaksaan Pilkada tergantung status kapan berakhirnya pandemik Covid-19,” kata Supriyadi.

Supriyadi menilai, ada beberapa hal penting dalam Perppu yang harus dipahami bersama sebagai sebuah respons hukum dalam pelaksanaan dan pengawasannya, yaitu mengenai alasan penundaan Pilkada yang mengacu pada UU Nomor 10 tahun 2016 tidak ada penundaan Pilkada disebabkan bencana non alam, yang ada adalah pemilihan susulan.

Lanjut Supriyadi, mengacu pada Pasal 120 dan 121 UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016 bahwa penundaan sifatnya parsial atas dasar usulan dari Kabupaten kepada Provinsi untuk pemilihan gubernur, serta pemilihak bupati atau walikota berdasarkan usulan dari panitia pemilihan kecamatan (PPK).

“Kita memahami bersama, karena kondisi darurat, maka diskresi KPU langsung dengan penundaan Pilkada berdasarkan SK 179 tentang penundaan tahapan Pilkada tahun 2020. Keputusan tersebut diambil menyusul perkembangan penyebaran Covid-19 yang oleh pemerintah Indonesia telah menetapkannya sebagai bencana nasional,” jelasnya.

Sambung Supriyadi, ada kepastian dan ketidakpasitan dalam pelaksanaan Pilkada. Menurutnya, Pilkada bisa saja dilaksanakan Desember 2020 tapi kemungkinan bisa pula dilaksanakan sesudah Desember 2020, jika mengacu pada penjelasan Pasal 201 huruf (a) ayat 3 dalam Perppu Nomor 2 tahun 2020.

Meski masih harus menunggu status Covid-19, Perppu tersebut tidak mengatur soal waktu pelaksaan Pilkada, namum dalam rapat dengan DPR opsinya adalah tanggal 9 Desember 2020. Jika dilaksanakan 9 Desember 2020, maka tahapan Pilkada yang tertunda sudah harus dimulai pada bulan Juni, baik verifikasi faktual calon perseorangan maupun coklit daftar pemilih.

Giat diskusi online melalui zoom cloud meeting yang diselenggarakan oleh Divisi Hukum Bawaslu Sulut yang bekerjasama dengan Fakultas Hukum UKIT tersebut, menghadirkan beberapa narasumber diantaranya Komisioner Bawaslu RI Fritz Edward Siregar, Komisioner KPU RI I I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Dekan Fakultas Hukum UKIT Jantje Suoth. Kemudian Arie Andes yang merupakan dosen hukum UKIT menjadi host dalam diskusi yang diikuti oleh 52 peserta dari kalangan akademisi baik dosen dan mahasiswa, anggota serta staf Bawaslu Kabupaten dan Kota yang ada di Sulawesi Utara.(hcl)