Berkunjung ke Sulut, Kemnaker Giatkan FGD Dengan Praktisi SDM Terkait Penerapan Sertifikasi Wajib

Semangat : foto bersama para praktisi SDM bersama penyelenggara FGD dari Kemnaker.

MINAHASA — Pemerintah melalui Menaker yang sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menaker Nomor 5 Tahun 2019 tentang pemberlakukan wajib sertifikasi kompetensi terhadap jabatan bidang MSDM, pada 22 Juli 2019 silam. Saat ini terus berupaya berkunjung ke setiap daerah untuk berdialog, mencari masukan dalam rangka pemberlakuan SE tersebut.

Hari ini, Kamis (19/11/20), bertempat di Mercure Hotel and Resort, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengadakan Focus Grup Discussion (FGD), yang dihadiri puluhan stakeholder terkait atau para praktisi manajemen sumber daya manusia (MSDM), guna membahas dan saling tukar pikiran memberikan masukan apa saja yang perlu disiapkan dan diperhitungkan ketika penerapan sertifikasi wajib itu mulai diberlakukan.

Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) oleh Kemnaker ini dilakukan di 25 kabupaten/kota se-Indonesia. Dimana, Kemnaker merupakan instansi pembina teknis di bidang MSDM, mencari masukan secara bottom up ketika sertifikasi manajemen SDM diberlakukan secara wajib.

Saat dimulainya materi, Dr. Yunus Triyonggo, selaku Praktisi dan Pemerhati Manajemen SDM dalam kesempatan itu mengatakan terbitnya Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor M/5/HK.04.00/VII/2019 tentang Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Kompetensi Terhadap Jabatan Bidang Manajemen Sumber Daya Manusia tertangal 22 Juli 2019 menyadarkan kepada semua pemangku kepentingan akan segera tibanya era wajib bersertifikasi bagi pengelola dan penanggung jawab SDM di perusahaan. 

Didalam Surat Edaran tersebut disebutkan adanya tenggang waktu selama maksimum 2 (dua) tahun bagi para praktisi MSDM untuk menyiapkan diri meraih sertifikasi kompetensi MSDM bila ingin memegang Jabatan bidang MSDM. 

Dr. Yunus Triyonggo, selaku Praktisi dan Pemerhati Manajemen SDM saat membawakan materi.

“Waktu yang diberikan ini tentunya menjadi wajar selama 2 tahun, mengingat Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Manajemen SDM sudah terbit sejak 9 September 2014. Demikian juga Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Bidang Manajemen SDM sudah terbit sejak 2015, dan hingga kini sudah ada 10 (sepuluh) Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) MSDM yang tersebar di beberapa kota besar seperti misalnya di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya, Surabaya, dan Denpasar,” ujar Yunus.

Lanjut disampaikan, terlepas akan diberlakukan wajib bersertifikasi atau tidak, para praktisi MSDM “HARUS” kompeten di bidangnya.  Bagaimana mungkin seorang praktisi MSDM tidak berkompeten di bidangnya, karena jika demikian situasinya lalu bagaimana dengan SDM yang dikelolanya, bisa jadi sulit untuk menaruh harapan akan munculnya SDM yang berdaya saing dan berkualitas.

“Setiap praktisi MSDM harus memahami SKKNI MSDM dan KKNI MSDM kemudian mengacu pada referensi tersebut lalu melakukan asesmen mandiri untuk mengetahui kesenjangan kompetensi yang dimilikinya, dan selanjutnya melakukan proses pembelajaran untuk menutup kesenjangan tersebut,” terangnya.

Sementara, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Kompetensi (Stankom) Kemnaker, Muchtar Aziz, saat membuka FGD mengatakan bahwa pemerintah memiliki beberapa concern, namun tetap harus menerima masukan dari beberapa praktisi SDM/HRD seluruh Indonesia sebelum menerapkan sertifikasi wajib bagi MSDM.

Menurut Muchtar Aziz, Surat Edaran (SE) Menaker Nomor 5 Tahun 2019 tentang pemberlakukan wajib sertifikasi kompetensi terhadap jabatan bidang MSDM, dikeluarkan dalam rangka mewujudkan SDM di perusahaan kompeten, kompetitif, profesional dan patuh pada ketentuan yang berlaku serta guna membangun hubungan industrial yang harmonis di perusahaan.

“Untuk mewujudkan hal itu, maka diperlukan bagian SDM/HRD yang memiliki kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI),” beber Muchtar Aziz.

Berdasarkan Permenaker No.2 Tahun 2016 tentang sistem Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional (SKKN) menyebut sebuah standar kompetensi nasional dapat dinyatakan berlaku secara wajib jika telah memenuhi salah satu dari lima unsur dari Permenaker tersebut. Kelima unsur itu yakni keamanan, keselamatan, kesehatan, lingkungan hidup dan potensi perselisihan (dispute).

“Salah satu dasar MSDM itu dinyatakan berlaku wajib, karena memiliki potensi dispute. Terutama dalam pengelolaan MSDM perusahaan khususnya industri, yang dianggap rawan. Karena itu, pemerintah menginisiasi ini, nantinya didorong sertifikasi bersifat wajib bagi MSDM,” terangnya.

Tampak suasana FGD secara daring saat mendengarkan pemaparan narasumber.

Muchtar Aziz menyatakan pihaknya terus ingin memperoleh masukan dari praktisi MSDM/HRD, yang mana sampai kini, ada tujuh isu yang diperolehnya lewat forum FGD. Yaitu evaluasi kesiapan infrastruktur, identifikasi jabatan/kompetensi, ruang lingkup pekerjaan,  waktu dan mekanisme, biaya sertifikasi, sanksi and reward, dan jumlah tenaga kerja.

Selanjutnya, Direktur Area Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) Hanny Manumpil mengatakan penerapan wajib sertifikasi diperlukan adanya kerja sama dari semua pemangku kepentingan baik Industri,  Pemerintah dan para praktisi MSDM.

“Tujuannya agar supaya tercipta tenaga kerja yang kompeten sesuai bidangnya terutama di bidang MSDM,” sebut Manumpil.

Pungkasnya, kesiapan infrastruktur sertifikasi kompetensi bidang MSDM di Sulawesi Utara perlu di tingkatkan. Misalnya penambahan tempat uji kompetensi (TUK), pengajuan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) MSDM ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk provinsi Sulawesi Utara. Termasuk materi uji kompetensi sesuai dengan SKKNI dan KKNI yang digunakan dalam proses sertifikasi serta pelatihan asesor kompetensi di bidang MSDM. (swb).