Dugaan Penipuan, Pelapor Eks Anggota DPR Surati KPU, Tembusan Presiden

SP2HP yang diterbitkan Direskrimum Polda Metero Jaya atas laporan penipuan Surya Ismail Bahari.

JAKARTA—Surya Ismail Bahari, yang melaporkan Haerul Saleh, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 ke Kepolisian Daerah Metro Jaya dalam kasus penipuan menyurati Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Langkah ini ditempuh Surya Ismail Bahari karena tersiar kabar bahwa Haerul, yang sudah berstatus jadi tersangka akan dilantik menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lewat pergantian antar waktu (PAW)

Surat tersebut dikirimkan Surya Ismail Bahari pada 20 April 2020 lalu. Dalam surat yang diteken Surya Ismail Bahari dan salinannya diperoleh media, diketahui ditujukan kepada Ketua KPU Arief Budiman. Surat itu juga ditembuskan ke Presiden Joko Widodo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Ketua DPR Puan Maharani, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan beberapa lainnya.

Dalam surat tersebut, Surya Ismail Bahari menyampaikan bahwa Haerul Saleh telah ditetapkan dan masih sebagai tersangka atas kasus pidana penipuan kepada dirinya. Dia juga menyebut penetapan tersangka tersebut berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tanggal 9 Januari 2020 Nomor. B/102/I/RES.1.11/Ditreskrimum.

Dalam surat sebanyak tiga halaman itu, Surya Ismail juga menyampaikan kronologis utang-piutang yang berujung kasus hukum. Dalam tanda terima surat tersebut, Surya Ismail meneken sebagai pihak yang menyerahkan surat dan diterima Fandi, staf KPU.

Saat dikonfirmasi soal surat ke KPU tersebut, Surya Ismail Bahari tidak menyangkalnya. “Saya memang berkirim surat itu, sebagai bagian dan upaya menagih hak saya,” katanya, Selasa 7 Juli 2020. “Sampai sekarang belum ada tanda-tanda utang saya dibayar oleh yang bersangkutan.”

Sebelumnya, politikus Partai Gerindra Haerul Saleh bersama dua temannya La Ode Husuna alias Jhon dan Tarhim dilaporkan ke polisi, lewat surat benomor LP/4264/VII/2019/PMJ/Ditreskrimum pada 16 Juli 2019 itu, akhirnya berbuntut penetapan status tersangka kepada Haerul Saleh. Laporan itu kemudian berujung penetapan tersangka yang terungkap dalam Surat Pemberitahun Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) No : B/102/I/RES.1.11/2020/Ditreskrimum tertanggal 9 Januari 2020 yang diteken AKBP M. Gafur A.H Siregar.

Surya mengatakan laporan polisi itu dibuat pada Januari lalu, karena Haerul tidak kunjung memenuhi kewajibannya melunasi utang senilai Rp 10 miliar, dan kompensasi pembagian keuntungan senilai Rp6,4 miliar. “Jadi totalnya Rp 16,4 miliar,” katanya

Dalam catatan kronologis kejadian yang diperoleh media, diketahui transaksi peminjaman uang itu terjadi pada 6 Juni 2018, ketika Haerul Saleh datang menemui Surya Ismail Bahari. Saat itu mantan anggota Komisi 11 DPR itu mengatakan memerlukan dana untuk mengangkut biji nikel sebanyak 100 ribu WT yang dikelola PT Ringa Jhon Indocemet yang melakukan kerja sama operasi dengan PT Toshida Indonesia.

Dana pinjaman berikut kompensasinya sesuai perjanjian Surya Ismail Bahari  akan dikembalikan pada dua bulan, atau sekitar awal Agustus 2018. Namun kenyataan uang tersebut tidak pernah kembalikan hingga sekarang. Surya Ismail Bahari kemudian menempuh upaya hukum dengan membuat Laporan Polisi ke Polda Metro Jaya.

Dalam salinan dokumen perjanjian antara Surya Ismail Bahari dengan Tarhim selaku Direktur Utama PT Ringa Jhon Indocemet yang diperoleh media, tercantum kesepakatan peminjaman uang dan janji pengembaliannya. Dokumen perjanjian yang diteken pada 8 Juni 2018 dicatatkan di kantor notaris Yualita Widyadhari SH. MH.

Selain itu juga ada perjanjian antara Surya Ismail Bahari dengan Haerul Saleh La Ode Husuna alias Jhon dan Tarhim pada 15 Januari 2020, yang berisi pernyataan mereka untuk mengembalikan uang titipan. Dalam pernyataan tersebut, ketiga orang tersebut berjanji akan mengembalikan dana pinjaman tersebut. (*)