Jaksa KPK Ingatkan Bupati Tetty Soal Kesaksian Palsu Terkait OTT Revitalisasi Pasar Minsel

MANADOLINE– Jaksa KPK meminta Bupati Minahasa Selatan, Christiany Eugenia Tetty Paruntu, memberikan kesaksian yang jujur dalam persidangan dengan terdakwa Bowo Sidik Pangarso. Keterangan Tetty dalam sidang itu berkaitan dengan pengajuan proposal revitalisasi pasar di Minahasa Selatan.

Bupati Minsel Christiany Eugenia Tetty Paruntu (foto:detik.com)

Awalnya jaksa bertanya pada Christiany soal pengajuan proposal itu. Sebab, dalam persidangan sebelumnya, Bowo menjelaskan adanya program pengembangan pasar dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang dibahas di Komisi VI DPR. Dalam program itu, Bowo mengaku dirinya membantu mengusulkan revitalisasi pasar di Minahasa Selatan tetapi, menurut Bowo, si kepala daerah itu sendiri yang harus bersurat ke Kemendag.

“Saya tidak tahu (soal pengusulan proposal tersebut). Saya tidak pernah mengusulkan, nggak pernah tahu program ini,” kata Tetty saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).

Tetty mengaku hanya menandatangani proposal yang telah dikaji Badan Penelitian dan Pengembangan Minahasa Selatan. Selanjutnya soal komunikasi dengan DPR atau kementerian, Tetty mengaku sudah melimpahkan kewenangannya ke Kepala Dinas Perdagangan Minahasa Selatan, Adrian Sumeweng.

“Saya sudah beri kewenangan ke kadis,” ucap Tetty.

Mendengar ucapan Tetty, dahi jaksa berkerut. Sebab, menurut jaksa, proposal pengajuan dari pemerintah daerah seharusnya melalui kepala daerah. Jaksa pun mengingatkan Tetty untuk berkata jujur.

“Saya ingatkan mengenai Pasal 22 UU Tipikor, jika tidak memberi keterangan benar, ancaman pidana 3 tahun,” kata jaksa.

Namun Tetty tetap pada keterangannya. Sebab, menurut hemat Tetty, dinas yang dilimpahkan kewenangannya itu berkesesuaian secara teknis dengan kementerian yang dituju yaitu Kemendag.

“Yang saya tahu, mereka yang ajukan proposal langsung kepada kementerian teknis,” ucap Tetty.

“Tapi kan itu wajib persetujuan ibu?” tanya jaksa.

“Itu normatif Pak, dari setiap SKPD kami, setiap tahun ajukan (proposal) di awal dan di akhir tahun, proposal yang kami ajukan untuk anggaran tahun baru kami,” jawab Tetty.

Sementara itu saat memberikan tanggapan dari kursi terdakwa, Bowo mengatakan Tetty tidak pernah memberikan uang padanya untuk bantuannya mengusulkan proposal revitalisasi pasar itu. Bantuan Bowo diakuinya semata-mata bantuan.

“Saya hanya sedikit tambahkan bahwa apa yang dikatakan saksi benar bahwa kami itu ketemu hanya di Komisi VI di mana ada acara Partai Golkar. Biasa ada perkenalan dengan Ketum Golkar. Ketum minta supaya pimpinan komisi bisa support bupati dan gubernur dari Golkar. Jadi ini perintah partai, maka semua program komisi di kementerian terkait harus diprioritaskan untuk bupati dari Partai Golkar,” ucap Bowo.

Memang Tetty merupakan kader Partai Golkar, sedangkan Bowo berasal dari Fraksi Partai Golkar saat bertugas di Komisi VI DPR.

Dalam persidangan ini Bowo didakwa menerima suap dan gratifikasi. Untuk dakwaan suap, Bowo diduga menerima Rp 2,6 miliar dari PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) terkait pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog), sedangkan terkait gratifikasi Bowo diduga menerima Rp 7,7 miliar.

Perihal gratifikasi itu KPK menyebutkan sumbernya dari banyak pihak. Salah satunya seperti tertera dalam dakwaan yaitu Bowo disebut menerima uang Rp 300 juta bertempat di Plaza Senayan Jakarta dan pada tahun 2018 Bowo menerima uang sejumlah Rp 300 juta bertempat di salah satu restoran yang terletak di Cilandak Town Square Jakarta, dalam kedudukan Bowo selaku Wakil Ketua Komisi VI DPR yang sedang membahas program pengembangan pasar dari Kementerian Perdagangan untuk Tahun Anggaran 2017. (Sumber: detik.com)