Kandouw Genjot Stakeholders Sikapi Informasi Berbasis Digital

dikatakan Wakil Gubernur Sulawesi Utara Drs. Steven O.E Kandouw saat menyampaikan sambutan lisan di kegiatan talkshow Menyikapi Tantangan di Era Digital di Graha Gubernuran Bumi Beringin, Rabu (15/3/2017) siang.
Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw saat sambutan lisanpada talkshow Menyikapi Tantangan di Era Digital di Graha Gubernuran Bumi Beringin, Rabu (15/3/) (foto:humaspemprov)

MANADO– Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Steven Kandouw mengatakan hampir semua proses informasi beralih melalui digital.

“Sekarang kita hidup di era digital. Hampir semua proses komunikasi kita tak bisa terhindar dari digitalisasi. Hal itu harus disikapi penuh kearifan,”kata Kandouw saat talkshow “Menyikapi Tantangan di Era Digital” di Graha Gubernuran Bumi Beringin, Rabu (15/3) siang.

Menurutnya, terkait tema talkshow yang diadakan Persatuan Ibu-Ibu Masehi (Perima) dinilai sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini.

“Saya apresiasi, salut, bangga dengan acara ini. Kata digital sedang ngetrend sekarang” bebernya.

Lanjut Kandouw, begitu kuatnya pengaruh digitalisasi hingga merambah dunia pendidikan, menurutnya perlu disikapi dengan bijak.

Terutama menyikapi persebaran informasi yang begitu pesat,
banyak masyarakat menyebarkan informasi tanpa verifikasi,” tambahnya.

Sementara, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Dr Hilmar Farid, Phd menyayangkan hal tersebut.

“Seharusnya kita punya cukup waktu untuk memverifikasi untuk sekedar bertanya apakah ini benar atau tidak,” imbuhnya.

Farid menjelaskan perubahan pola komunikasi di masyarakat akibat masuknya pengaruh digital dalam semua bidang.

Pola komunikasi berubah drastis. Era digital membuat yang berjauhan jadi dekat dan yang berdekatan jadi jauh,” paparnya

Kegiatan itu juga turut dihadiri Kepala Dinas kebudayaan Dr Frefrik Rotinsulu dan Sekretaris DPD Perima Sulut Debby J. Pandeirot.

Sebelumnya, Ketua DPP Perima Fitje Mori Tompodung menjelaskan sejarah berdirinya organisasi yang sudah berusia 70 tahun itu.

Menurutnya, Perima dibentuk akibat dihentikannya kegiatan organisasi kaum bapa dari Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM).

“Tahun 1947 kaum ibu dari KGPM di Kawangkoan membuat kelompok bernama Perima. Itu untuk menjawab panggilan kaum bapa KGPM yang dilarang melakukan kegiatan organisasi apapun saat itu,” katanya.
(srikandi/BerSin/hm)