Kebijakan Tak Populis Merger SD Bunaken, Tanah SDN 1 Hanya Pinjam Pakai, Anak Pulau Terancam Buta Huruf

Ferdinan Panontongan, salah satu orang tua siswa SD Inpres Bunaken memberikan keterangan pers di sela-sela membawa aspirasi di kantor DPRD Manado soal penolakan merger sekolah di Bunaken Kepulauan.

MANADO – Memprihatinkan jika rencana Pemkot Manado lewat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan benar terjadi, melakukan merger sekolah SD Inpres ke SD Negeri I Bunaken. Anak-anak di kepulauan itu terancam buta huruf. Mereka memilih tidak sekolah karena tidak mau digabungkan bersama di SD Negeri I.

Tak hanya itu, belakangan diketahui status tanah berdirinya bangunan SD Negeri I Bunaken tersebut hanya bersifat pinjam pakai dari keluarga besar Panontongan yang bisa saja dituntut kembali pihak keluarga.

“Kami mewakili orang tua siswa SD Inpres lainnya menolak keras digabungkan dengan SD Negeri I, Jika dipaksakan kami keluarga bisa saja menarik kembali tanah berdirinya SD Negeri itu. Itu masih sah milik keluarga besar kami,’’ ungkap Ferdinan Panontongan, salah satu orang tua siswa SD Inpres yang masih punya garis keturunan atas tanah SD Negeri I.

Ini diungkapkan Ferdinan bersama beberapa orang tua siswa lain saat membawa aspirasi penolakan merger ke kantor DPRD Manado yang diterima Wakil Ketua DPRD, Adrey Laikun, Rabu (22/6/2022).

“Sekadar pemberitahuan, tanah SD Negeri 1 itu milik orang tua kami, almarhum Hefran Panontongan. Semasa hidupnya, Opa Hefran meminjamkan tanah itu untuk dibangun SD Negeri tersebut sampai sekarang. Saya akan kumpul semua keluarga menutup juga sekolah SD Negeri I itu jika dipaksakan merger. Itu kintal masih sah milik keluarga kami,’’ tegas Ferdinan.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Manado berencana melakukan merger dan menutup SD Inpres yang berdiri sekitar 40 tahun itu dengan alasan kebisingan mesin PLN dan sering terjadi banjir. Namun alasan dinas itu dinilai tidak masuk akal oleh para orang tua siswa, termasuk penolakan para siswa sendiri untuk digabung dengan SD Negeri I.

“Itu alasan mengada-ngada. SD Inpres sudah ada lebih dahulu dari SD Negeri I, dan selama ini tidak ada keluhan kebisingan mesin PLN dalam proses belajar mengajar. Selain itu, kami menolak merger karena halaman sekolah SD Negeri I kecil, tidak representative. Lagi pula masa siswa SD Inpres lebih banyak, 85 siswa harus digabung dengan SD Negeri yang hanya 25 siswa. Bukan sebaliknya?,” kata Malik Paransa, orang tua siswa lainnya.

Selain itu, para orang tua siswa juga kuatir mental dan psikis anak mereka terganggu karena harus beradaptasi lagi dengan suasana di SD Negeri I. “Hampir setiap hari anak saya tanya kalau sekolah mereka jadi ditutup atau tidak karena dia tidak mau pindah. Kasihan mentalnya. Pemerintah jangan egois dan hanya memikirkan kepentingan tapi justru merusak jiwa anak kami,” ungkap Megawati Rakip yang mengaku anaknya saat ini akan naik kelas IV di SD Inpres.

Wakil Ketua DPRD Manado, Adrey Laikun ikut prihatin setelah mendengar aspirasi orang tua siswa ini. Dirinya berjanji akan segera menindaklanjuti dengan agenda haering bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

“Kalau tidak salah Komisi IV sudah ada agenda hearing dengan Dinas Pendidikan minggu depan. Nanti saya akan koordinasi lagi. Yang pasti masalah merger ini harus dipertimbangkan pemerintah dan segera dicari solusinya. Kasihan anak-anak di Bunaken Kepulauan, mereka itu juga generasi masa depan bangsa dan Negara ini,’’ pungkas Laikun. [anr]