Kejari Sangihe Lakukan Restorative Justice, Pada Kasus Pidana Perbuatan Tidak Menyenangkan

Manadoline.com, Tahuna- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kepulauan Sangihe melaksanakan Restorative Justice dalam perkara tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan oleh tersangka JM alias Nathan, dengan korban SM alias Sin, Jumat (1/10/2021). 


Nathan disangka melanggar Pasal 335 Ayat 1 Ke 1 KUHP yang telah dilaporkan oleh pelapor di Polres Sangihe, dan telah dilakukan penyelidikan P-21 23 Agustus 2021. Serta pada tanggal 24 Agustus 2021 tersangka beserta barang bukti dilimpahkan ke Penuntut Umum.


Restorative Justice yakni adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu, bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama. Untuk menyelesaikan secara bersama-sama, bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan. 


Upaya perdamaian pun dilakukan pada tanggal 27 September 2021 dengan dihadiri Lurah Tona I Asriyanti Nangalo dan Tokoh Agama Pendeta Abed Lukas Aer. Atas dasar tersebut Kepala Kejaksaan Negeri Sangihe menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor : PRINT-330/P.1.13/Eoh.3/10/2021 tanggal 1 Oktober 2021. Yang didasari dari Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.

Kajari Sangihe Eri Yudianto SH (tengah)


Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sangihe Eri Yudianto SH mengatakan penghentian penuntutan merupakan kewenangan dari Jaksa selaku single prosecution. 


“Penghentian penuntutan merupakan kewenangan dari Jaksa selalu single prosecution terhadap layak tidaknya perkara yang diajukan ke penuntutan berdasarkan Pasal 139 dan 140 KUHAP. Namun tolak ukur Jaksa menghentikan penuntutan dalam perkara ini adalah adanya permintaan maaf dan kesepakatan damai antara tersangka dan korban,” ujarnya. 


Selanjutnya dijelaskan Kajari, ancaman hukuman tidak lebih dari 5 tahun. Dan tersangka belum pernah dijatuhi pidana dengan. 


“Dengan adanya penghentian penuntutan yang dilakukan, dapat menciptakan keharmonisan kembali antara korban dan tersangka yang hidup bertetangga. Terlebih lagi mereka berdua masih dalam satu jamaat di gereja yang sama,” jelasnya.


“Keadilan Reatorative Justice sejalan dengan perintah Jaksa Agung, agar setiap Jaksa harus menciptakan rasa adil di masyarakat. Keadilan tidak ada tertulis di dalam buku. Akan tetapi keadilan ada di dalam hati nurani,” sambung Kajari. 


Lurah Tona I Asriyanti Nangalo menyampaikan apresiasinya kepada Kejaksaan Negeri Sangihe. Karena bisa memberikan rasa adil bagi warganya. 


“Saya selaku pihak kelurahan sangat terharu atas apa yang telah dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Sangihe. Dengan adanya perdamaian ini tentunya akan mengembalikan kehidupan bertetangga yang rukun seperti sedia kala,” ucapnya. 


Senada dengan Lurah Tona I, Pendeta Abed Lukas Aer mengucapkan rasa syukurnya atas Reatorative Justice dari Kejaksaan Negeri Sangihe. 


“Saya selaku Tokoh Agama menyampaikan terimakasih kepada Kejaksaan Negeri Sangihe yang memfasilitasi perdamaian antara tersangka dan korban yang masih satu jamaat gereja. Ini merupakan pelajaran bagi tersangka, janganlah emosional yang berakibat menjadi persoalan hukum. Demikian juga dengan korban harus saling menghargai kepada sesama. Upaya ini mudah-mudahan bisa membuat mereka kembali hidup harmonis,” pungkasnya.