Kisah Prajurit TNI, Yang Sukses Kembangkan Rumput Laut Di Sangihe

Serda Rusli bersama warga Rendingan saat hendak menanam rumput laut.

Tahuna- Seorang Prajurit TNI memang memiliki tugas dan tanggungjawab mengamankan Negara Republik Indonesia dari segala bentuk ancaman yang mengganggu kedaulatannya. Tapi, bagaimana jika ada seorang Prajurit TNI yang menginterpretasikan makna tersebut, dengan membantu masyarakat menciptakan peluang usaha? Tentu Prajurit TNI itu bisa dianggap Prajurit sangat luar biasa. 

Itulah yang coba dimaknai oleh Sersan Dua Rusli, Prajurit TNI Angkatan Laut yang bertugas di Lanal Tahuna. Lahir di Toli-toli 22 April 1995. Menjadi seorang Prajurit TNI itu menurutnya, selain menjaga kedaulatan NKRI, juga bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi lingkungan di sekitarnya. 

Seperti menciptakan peluang usaha di Kampung Rendingan Kecamatan Tabukan Tengah Kabupaten Kepulauan Sangihe. Bersama dengan masyarakat setempat mengembangkan budidaya rumput laut. 

“Didalam tugas pokok TNI AL, ada namanya BINPOTMARKUATNAS, yaitu pembinaan potensi maritim kekuatan nasional. Salah satunya adalah  pemberdayaan masyarakat pesisir dengan cara budidaya perikanan,” katanya.

“Awal mulanya saya tertarik mengembangkan budidaya rumput laut di sini, saya lihat di sangihe kok tidak ada petani rumput lautnya. Apalagi sama-sama kita ketahui, kondisi perairan pesisir di sangihe sangat mungkin dikembangkan budidaya rumput laut.

Pada akhirnya saya inisiatif mulai memberikan contoh cara budidaya rumput laut di Desa Rendingan. Dengan bekal pengalaman yang saya punya saat membudidayakan rumput laut di daerah asal saya di Kalimantan,” ungkapnya. 

Dirinya pun memilih Desa Rendingan, karena memiliki letak geografis yang mendukung akan pembudidayaan rumput laut. Dan juga desa ini memiliki historis, daerah yang pernah dijadikan objek penelitian. 

Aktifitas para petani rumput laut di Desa Rendingan Kecamatan Tabukan Tengah Kabupaten Kepulauan Sangihe.

“Dilihat letak geografis perairan seputaran kampung rendingan, sangat mendukung dalam syarat-syarat budidaya rumput laut. apalagi di kampung ini pernah berhasil di kembangkan rumput laut dari Peneliti Balai Riset Gorontalo,” bebernya. 

Meskipun telah memiliki historis yang cukup mendukung untuk pembudidayaan rumput laut, namun hal itu tidak menjadikan apa yang dia inginkan berjalan mulus. Sempat diawal-awal pembudidayaan, dirinya harus mengalami dua kali gagal panen. 

“Dari awal budidaya sekitaran 7 bulan yang lalu. Pertama kali percobaan budidaya, saya bersama masyarakat di Desa Rendingan mengalami 2 kali gagal panen, dan 2 kali pesan bibit. Alhamdulillah yang terakhir kali bisa hidup sampai sekarang. 

Tapi masih ada beberapa kendala yang kita hadapi disini, pada saat peralihan musim, dari musim panas ke musim hujan. Tumbuhan lumut dari dasar-dasar laut naik kepermukaan. Mengakibatkan rumput laut terbungkus lumut, sehingga menurunkan produksi panen,” ujarnya. 

Jatuh bangun dalam mengembangkan usaha ini pun ternyata membuat mereka (Rusli dan warga Rendingan), tak berputus asa. Seiring berjalannya waktu, saat ini tepat pada tanggal 13 April kemarin, mereka telah memanen 9 Ton rumput laut. 

“Tepat tanggal 13 april kemarin kami panen, dan bisa produksi 9 ton rumput laut basah. 2.5 ton di bibit ulang, 6.5 ton di kering kan, dan akhirnya bisa produksi 600 kg rumput laut kering. Bibit yang sekarang yang tersedia berumur 4 minggu dan dalam 2 minggu ke depan panen. 

Nantinya rumput laut kering ini akan dijual, rencananya dijual ke Manado dengan harga Rp 5.000. Jenis yang kita jual jenis spinosum. Untuk jenis cottonik kita belum bisa jual, masih digunakan untuk bibit ulang. Dan kendalanya juga saat ini kenapa kita belum jual, karena harga turun dari Rp 7.000 ke Rp 5.000, bahkan mau ke harga Rp 4.000 per kilogramnya,” jelasnya. 

Serda Rusli bersama warga Rendingan saat panen rumput laut.

Walaupun sekarang bisa dikatakan mereka telah sukses dengan sudah berhasil memanen puluhan ton rumput laut, tapi ternyata masih ada saja yang menghambat laju mereka untuk terus cepat berproduksi. Yah banyaknya rumput laut yang dipanen, tidak seimbang dengan alat transportasi untuk memanennya. 

“Selanjutnya kendala yang ada setelah banyak rumput laut yang akan dipanen yakni di sarana dan prasarana pendukung budidaya. Yaitu kami masih kekurangan perahu ukuran besar atau kapal pamo, untuk mengangkut hasil panen dari laut.

Kalau pakai perahu kecil sangat memakan waktu sehingga panen tidak bisa secepat yang di rencanakan. Dan kami juga masih kekurangan tali tali rumput laut. Apalagi selesai panen, tali yang digunakan tidak banyak, padahal untuk produksi sesuai target kita harus punya banyak tali,” terangnya. 

Banyaknya kendala itu pastinya tidak membuat Serda Rusli dan Warga Rendingan patah semangat. Sebisa mungkin mereka kerjakan, meski terkadang agak tertatih. Uluran bantuan dari Pemerintah Daerah pun dirasa perlu oleh mereka. Sehingga rumput laut bisa menjadi primadona baru selain kopra di Kabupaten Kepulauan Sangihe. 

“Alhamdulillah kemarin sudah ada respon dari Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan kita juga telah memasukkan proposal bantuan ke sana. Saya berharap masyarakat sangihe khususnya yg tinggal di pesisir, mencoba budidaya rumput laut.

Makin banyak yang budidaya makin bagus, karena permintaan sangat banyak sekali. Kalau saya sendiri dan warga Rendingan saja yang cuma membudidayakan rumput laut, tentu susah. Karena untuk mencapai target itu harus berapa kali panen, baru bisa kirim atau di jual,” pungkasnya. (Zul)