MANADO-Legislator adalah corong masyarakat dan jangan dilarang untuk bicara.Penegasan ini disampaikan Anggota DPRD Sulut Melky J Pangemanan. Pasalnya, dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tata Tertib DPRD yang di dalamnya berisi larangan bagi anggota dewan melakukan interupsi.

Diakui Wakil Ketua Bapemperda DPRD Sulut ini, dalam konteks agenda paripurna tidak bisa membuat anggota DPRD Sulut dibungkam untuk menyampaikan pendapat atau aspirasi publik.
“Memang ada mekanisme melalui fraksi sah-sah saja. Tetapi kebebasan individu anggota dewan dalam berbicara tidak bisa dilarang,” ungkap MJP, Kamis (16/9/2021) ketika dikonfirmasi wartawan.
MJP menjelaskan, lembaga legislatif atau parmelen berasal dari bahasa Perancis, Le Parle yang artinya berbicara.
“Kita sudah mestinya menjadi corong resmi untuk menjaga pemerintahan berjalan sesuai konstitusi dan perpanjangan tangan konstituen,” ucap Ketua DPD PSI Sulut ini.
Diketahui dalam pembahasan Tatib DPRD Sulut yang diketuai Boy Tumiwa, anggota DPRD Sulut dari PAN, Ayub Ali juga mempertanyakan Pasal 101 Nomor 4 yang menyebutkan tidak memperkenankan dilakukan interupsi terutama terkait aspirasi.
Dia melayangkan protes dan meminta agar klausul yang membatasi hak bicara anggota dapat dihilangkan. Ia bahkan menyebutnya sebagai pemasungan hak bicara wakil rakyat.
“Semua mikrofon yang ada di DPRD dibeli dengan uang rakyat, agar semua anggota DPRD Sulut dapat berbicara dan menyampaikan aspirasi,”ungkap Ayub Ali.
Sementara itu, Boy Tumiwa menegaskan jika tidak ada pemasungan hak bicara kepada anggota DPRD.
Di dalam Tatib diakui Boy Tumiwa, yang diatur adalah mekanisme penyampaian aspirasi yakni sesuai tatib aspirasi dapat disampaikan melalui fraksi masing-masing.
“Hanya disaat paripurna tidak ada lagi penyampaian aspirasi, tetapi terkait interupsi itu tidak dilarang,”paparnya.
“Ranperda Tatib ini sudah final dan tidak bisa lagi diutak-atik karena telah melalui evaluasi Kemendagri,” kataTumiwa.(mom)