Pilwako Manado : Isu Paket, Money Politic, dan Sanksi Yang Harus Diketahui Masyarakat

(Gambar Humas Polda Sulut).

MANADO — Pesta demokrasi dalam rangka penyelenggaraan Pilkada serentak 9 Desember mendatang di Kota Manado, diketahui sudah tidak lama lagi akan digelar. Kepada masyarakat para Paslon sudah mensosialisasikan program-program apa saja yang akan dibangun dan dikerjakan.

Namun lebih dari sekedar itu, beberapa trik mencari suara tentunya harus taat pada aturan dan hukum yang berlaku, bukan malah curang dan melawan aturan dan hukum yang ada.

Seperti informasi yang beredar di Kota Manado, masyarakat ditawarkan memilih Paslon tertentu, yang katanya paket, dengan iming-iming akan diberikan sejumlah uang, dengan besaran Rp500 ribu sampai Rp1 juta, dengan cara dikumpulkan KTP dan KK warga.

Tentunya hal ini nyata-nyata melanggar aturan, dan bisa dikenakan sanksi. Namun, masyarakat awam pada umumnya belum tau terkait sanksi apa saja yang akan didapatkan jika terbukti melanggar aturan. Sebab itu, masyarakat harusnya bisa menjadi warga yang bisa menjaga hak suaranya, tanpa dibeli. Serta bisa memberi kontribusi dalam mensukseskan Pilkada Kota Manado yang aman dan damai tanpa money politic.

Dilansir dari mediaindonesia.com, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan, menegaskan pasangan calon (Paslon) dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 dapat didiskualifikasi jika terbukti melakukan politik uang.

Abhan menyebut gugurnya paslon dalam Pilkada jika terbukti melakukan politik uang itu tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Dalam frasa UU nomor 10 tahun 2016 ayat 2 berbunyi, sanksi administratif berlaku untuk pasangan calon, apabila paslon terbukti melakukan politik uang, Bawaslu dapat melakukan pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah.

Paslon yang terbukti melakukan politik uang secara Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) bisa terkena sanksi diskualifikasi,” kata Abhan dalam siaran pers, Selasa (18/8).

Ia menjelaskan, kecurangan Pilkada bisa disebut terstruktur apabila kecurangan dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama.

Sistematis berarti pelanggaran direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Sedangkan masif adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan bukan hanya sebagian-sebagian.

“Pelanggaran money politik TSM bisa saja dilakukan orang lain seperti simpatisan atau tim kampanye. Jika terbukti dilakukan atas perintah dan aliran dananya dari paslon dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ketentuan pasal 187A,” sebutnya.

Ia menambahkan, untuk ketentuan pidana mengenai politik uang dalam pasal 187A ayat 1 menyebut setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Adapun objek pelanggaran administrasi TSM pemilihan yaitu, perbuatan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan atau pemilih yang terjadi secara TSM (Pasal 73 JO 135A UU Pemilihan).

Sedangkan untuk batas waktu penanganan pelanggaran money politik TSM diatur dalam pasal 26 ayat 2 Perbawaslu Nomor 13 Tahun 2017, yang mengatur Laporan dugaan pelanggaran administrasi disampaikan kepada Bawaslu Provinsi terhitung sejak ditetapkannya pasangan calon sampai hari pemungutan suara. (swb).