Proyek Pemecah Ombak Belum FHO, Da Costa Minta Majelis Hakim Buat Putusan Tepat

MANADO-Kasus Pemecah Ombak Likupang yang menyeret terdakwa AMP alias Alex yang perkaranya sementara bergulir di Pengadilan Negeri Manado, semakin menarik untuk diikuti.

Proses sidang di PN Manado.

Pasalnya, pihak Penasehat Hukum Terdakwa Erik Mingkid SH, Stevie Da Costa SH MH berharap Majelis Hakim yang Diketuai Alfi Sahrin Usup SH MH agar berani membuat temuan hukum melalui putusan sela dalam kasus ini.

Karena fakta di lapangan kasus Proyek pemecah ombak Likupang, Minahasa Utara (Minut) belum Final Hand Over (FHO). Karena serah terima akhir tidak dilakukan dan berdasarkan aturan kalau belum selesai itu tidak nyata untuk dikatakan merugikan negara, sebab semua harus nyata dan jelas.

Hal tersebut terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi pada proyek pemecah ombak Likupang di Pengadilan Negeri Manado, dengan agenda tanggapan atas eksepsi dari penasehat hukum dari Jaksa Penuntut Hukum (JPU).

Sidang yang terbuka untuk umum ini, dipimpin oleh Hakim Ketua Alfi Sahrin Usup SH MH dan menghadirkan terdakwa AMP alias Alex bersama tim Penasehat Hukum dalam perkara tindak pidana khusus No 7/PID.SUS-TPK/2021/PN.MND atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nomor Register Perkara PDS-03/P.1.18/Ft.1/03/2021 mengacu sidang sebelumnya pada Rabu 21 April 2021. Rabu (28/4/2021).

Dalam sidang tersebut, JPU Dian Subdiana SH menyampaikan tanggapan terkait eksepsi atau nota keberatan dari Penasehat Hukum terkait tanggung renteng, permintaan hukum perdata, hasil pemeriksaan BPKP dan sebagainya.

Penasehat Hukum Erik Mingkid SH kepada wartawan, mempertanyakan soal tidak dimasukkannya Final Hand Over (FHO) atas tanggapan JPU terhadap nota eksepsi kuasa hukum.

“ JPU tidak membahas dalam tanggapan apa yang dieksepsikan jika proyek ini belum finish atau FHO. Proyek sementara jalan, kenapa sudah dapat ditentukan kerugian negaranya? Jadi itu tidak masuk dalam posisi eksepsi,” terang Mingkid.

Hal yang sama juga diungkapkan Stevie Da Costa. Menurutnya, jika sudah berbicara kerugian negara, maka proyek tersebut sudah harus diserahkan terlebih dahulu baru dihitung kerugian negaranya.

“Kalau bicara kerugian negara, harus ada penyerahan dulu, tapi ini tidak. Jadi saya mohon majelis hakim bisa membuat keputusan yang tepat, sesuai peraturan presiden No.54 Tahun 2010 yang melandasi kontrak no 15/SP/PPK-SD/BPBD- MINUT /VI/2016 dan saat di periksa ahli atas permintaan Kejati Sulut dan perhitungan kerugian negara proyek masih belum selesai dan putus kontrak,”tegas Da Costa.

Lanjut dia, perhitungan kerugian negara tidak nyata/ belum pasti. Dan bertentangan dengan Putusan MK.no.25/PUU/XIV/2016. Yang dibacakan dalam sidang MK, Rabu 25 Januari 2017 pukul 13:56 oleh 9 Hakim Konstitusi.

“Harusnya pada tanggal 25 januari 2017 tidak boleh ada lagi pemeriksaan, akan tetapi kejaksaan mengadakan pemeriksaan mulai tanggal 26 april 2017. Mereka mulai cek lewat ahli 26 April 2017, itu berarti putusan Mahkama Konstitusi (MK) sudah 3 bulan lamanya,”ungkap Da Costa.(mom)