Terkait Keributan RS Pancaran Kasih, Saafa: Kehumasan Pemerintah dan Gugus Tugas Covid-19 Harus Diperbaiki

Anggota DPRD Kota Manado, Syarifudin Saafa. (foto: hcl)

MANADO – Keributan yang terjadi di RS Pancaran Kasih Manado, pada Senin (01/06/2020), soal dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) yang telah meninggal dunia dan kemudian ditolak dari pihak keluarga untuk di makamkan menggunakan standar Covid-19, mendapat tanggapan dari anggota DPRD Kota Manado, Syarifudin Saafa.

“Pertama, kehumasan dari pemerintah harus diperbaiki. Kenapa saya bilang kehumasan pemerintah harus diperbaiki, karena harus dijelaskan secara tuntas, kalau tidak menimbulkan mispersepsi di masyarakat,” kata Saafa, Selasa (02/06/2020) di gedung dewan Manado.

Dia meminta, kehumasan dari pemerintah dari gugus tugas Covid-19 ini harus betul-betul diperbaiki. Pasalnya, men-delivery pesan kepada masyarakat dengan standar pedoman yang mereka lakukan sangat penting dipahami oleh masyarakat sehingga tidak menimbulkan persoalan.

Dia kemudian mencontohkan, hal yang paling krusial di tengah pandemi Covid-19 adalah setiap orang yang masuk rumah sakit yang kemudian langsung dinotifikasi PDP dan seterusnya, membuat keluarga tidak menerima apalagi sebelumnya sudah menerima hasil negatif, meninggal dunia dan diperlakukan protap Covid-19.

“Apalagi di muslim secara khusus ada tata cara penguburan, itu kalau normal itu tata cara khusus, kecuali yang betul-betul sudah dipastikan Covid-19 itu Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa sudah mengeluarkan fatwanya tentang itu,” jelasnya.

Lanjutnya, pedoman seperti ini harus betul disampaikan kepada masyarakat supaya tidak terjadi mis-persespsi terhadap persoalan yang muncul di rumah sakit. Baik pihak rumah sakit, pemerintah dan gugus tugas Covid-19 harus menjelaskan kepada masyarakat.

Sekretaris Komisi II DPRD Kota Manado ini kemudian berharap ada kesadaran dari semua masyarakat bahwa kekurangan tentang hal tersebut yang harus dipahami harus dimaklumi.

“Keadaan orang lagi berduka tidak ada penjelasan yang clear. Jadi kalau misalnya dikasih penjelasan, ini uang untuk ini dan namanya rumah sakit tentu secara administrasi ada. Organisasi pemerintah atau pun swasta kalau mengeluarkan uang pasti ada namanya tanda terima atau kwitansi atau jangan-jangan ini uang pribadi,” tuturnya.

Dia kemudian menuturkan, kecurigaan soal setiap orang meninggal, dan setiap orang masuk rumah sakit dengan riwayat penyakit lain langsung dinotifikasi dengan penyakit corona dan akhirnya diperlakukan protap Covid-19 dengan pertimbangan nilai yang disebutkan dalam Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/238/2020, ada pemberian insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani corona, untuk dokter spesialis 15 juta, dokter umum 10 juta, bidan dan perawat 7.5 juta dan tenaga medis lainnya 5 juta.

Selanjutnya, ada biaya perhari untuk kriteria ODP, PDP dan lain-lain. Sehingga jangan karena hal ini orang kemudian mempersepsi salah kalau masuk rumah sakit harus corona karena ada nilai uang. Hal ini terjadi, karena kehumasan yang tidak berjalan dengan baik.

“Saya tekankan, humasnya harus diperbaiki dan komunikasi dengan keluarga pasien harus diperbaiki dan dihindarilah. Jangan kasihan setiap orang sakit masuk kemudian diidentikkan dengan corona ini juga satu masalah,” pungkasnya. (hcl)