Presidium JaDI Sulut Bangun Kepercayaan Publik dalam Pemilu 2019

Diskusi media bertajuk “Membangun Kepercayaan Publik Dalam Pemilu 2019” disertai deklarasi Presidium JaDI Sulut di CJ Rantung Kantor Gubernur, Kamis (21/2/2019) (foto:kandi/ML)

MANADO– Dorong kontribusi aktif dalam pembangunan demokrasi politik, Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sulawesi Utara (Sulut) berdiskusi bersama dengan tajuk “Membangun Kepercayaan Publik Dalam Pemilu 2019” di ruang CJ Rantung Kantor Gubernur, Kamis (21/2/2019) sore.

Sebagai pembicara Ketua KPU Sulut Dr Ardiles Mewoh, SIP MSi, Ketua Bawaslu Sulut Herwyn Malonda, SH MPd, Akademisi Unsrat Dr Ferry Liando, SIP MSi, Presidium JaDI Sulut Johnny A Suak, SE MSi dan Moderator Zulkifli Golonggom dan tamu undangan lainmya.

Dimana, jelang Pemilu 2019 Presidium JaDI Sulut mengajak untuk membangun kepercayaan publik dalam Pemilu 2019 apalagi setelah dideklarasikan Presidium JaDI Sulut disela-sela diskusi media. Ini adalah wadah menghimpun teman-teman yang tergabung dalam penyelenggara pemilu di KPU maupun Bawaslu untuk tidak kendor dan hilang semangat tetap berkontribusi aktif dalam pembangunan demokrasi dan politik.

Hal tersebut dikatakan Presidium JaDI Sulut Johnny A Suak, SE MSi saat membuka diskusi media. Ia pun menambahkan terus menjalin kemitraan dengan KPU dan Bawaslu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) melalui Kesbangpol Sulut dan tetap berkomitmen mengawal demokrasi agar berjalan baik lebih.

“Kedepan Presidium JaDI Sulut akan berkontribusi dan melakukan kajian celah-celah yang tidak tercover oleh KPU, Bawaslu. Kita membangun kerjasama pihak stakeholders pemilu, mahasiswa, unsur Forkopimda, partai pemilu sehingga kita dapat membangun kepercayaan publik, terlebih dalam menghadapi Pemilihan Legislatif (Pileg),”ungkap Suak.

Sementara itu, Koordinator Presidium JaDI Nasional juga sebagai keynote Speech Dr Juri Ardiantoro dalam diskusi menjelaskan dideklarasikan Presidium JaDI Nasional pada 15 Agustus 2018 di Jakarta lalu dimana anggota terdiri dari para eks KPU, Bawaslu dan ini semata mata memperkuat demokrasi Indonesia untuk menghadapi masalah dan tantangan dari Pemilu ke Pemilu.

Ardiantoro tak menampik Pemilu masih saja identik dengan politik uang.”Masalah, melihat itu harus kita sama-sama menghilangkan praktek politik uang ini. Masyarakat sekarang semakin tidak malu malu berhadapan dengan praktek itu bahkan menagih dan meminta uang kepada peserta pemilu,”imbaunya lagi.

Selain politik uang, Ardiantoro menilai tantangan pengguna media sosial dalam komunikasi politik. Era teknologi menungkinan orang memiliki smartphone, memiliki jaringan komunikasi luas karena media sosial bisa dengan cepat diakses pengguna siapa saja.

Dalam diskusi yang berlangsung aman dan penuh jalinan kekeluargaan itu, pembicara lainnya Ketua Bawaslu Sulut Erwyn Malonda juga menerangkan cara Pemilu hendaknya dilaksanakan secara berintegritas.

“Kami warning berbagai politik uang berbagai macam modus, sesuai Undang-undang atau tidak, hoax atau tidak. Ini jadi catatan kita bersama, prinsipnya harus berdasarkan asas kejujuran dan keadilan,”bebernya.

Begitu pula dikatakan Akademisi Unsrat Ferry Liando. Menurutnya kepercayaan publik sangat penting bagi proses kepemiluan.

“Jadi kepercayan itu sangat berpengaruh pada partisipasi masyarakat. Kedua semakin dipercaya legitimasi kepercayaan semakin kuat,”kunci Liando.

(srikandi)