Kebijakan Kalalo, Hambat Pelayanan Rumah Sakit di Sulut

SERIUS: Hearing Komisi IV bersama dengan pihak Rumah Sakit di Sulut.

MANADO– Adanya laporan masyarakat terkait pelayanan rumah sakit, khususnya penguna BPJS, ditanggapi serius oleh Komisi IV yang diketuai oleh James Karinda.

SERIUS: Hearing Komisi IV bersama dengan pihak Rumah Sakit di Sulut.

Dan terbukti, Kamis (31/5/2018), Komisi IV memanggil hearing Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulut, jajaran RSUP Kandouw, RSUD Ratumbuysang, RSUD Noongan, RSUD Sam Ratulangi Tondano serta RSUD Mata.

Ternyata terungkap dalam hearing tersebut, Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Ketua Komisi IV James Karinda saat memimpin hearing.

Tetapi  menjadi salah satu hal yang paling langka saat ini. Ternyata bukan hanya karena pihak rumah sakit itu sendiri, ada faktor lain juga yang menjadi penyebab terjadinya permasalahan pelayanan rumah sakit.

Lembaga pendukung seperti Dinkes dan BPJS menjadi pihak yang mengganjal kesempurnaan pelayanan di rumah sakit.

Lebih memiriskan lagi,  menjadi permasalahan yang dihadapi semua rumah sakit dimana selama puluhan tahun sebelum diterapkannya Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS Kesehatan, pola pembayaran yang dilaksanakan rumah sakit yakni pasca bayar atau pasien datang, dilayani kemudian bayar.

Tetapi sejak 1 Januari 2014 secara mendadak terjadi perubahan menjadi pola pra bayar (prospective payment) dengan sistem paket yang dikelola oleh BPJS Kesehatan dan tanpa ada waktu penyesuaian sistem internal rumah sakit. Hal tersebutlah yang dinilai pihak rumah sakit menjadi pengganjal, sehingga secara cepat rumah sakit harus menyesuaikan sistem JKN dengan melaksanakan internalisasi sistem tersebut.

Para Direktur Rumah Sakit yang hadir dalam hearing.

Akibatnya, ada oknum-oknum di dalam rumah sakit yang diduga belum terbiasa dengan sistem baru sehingga masih “suka” memungut biaya langsung kepada pasien-pasien peserta JKN yang sebenarnya berdasarkan regulasi dan sistem tidak diperbolehkan, karena sesungguhnya pasien telah membayar lunas biasa pengobatan ketika pasien masih sehat. Ketika pasien peserta JKN sakit, tidak boleh dipungut biaya sepeserpun untuk pelayanan yang didapatkan sesuai haknya.

Hal yang tak kalah penting terungkap dalam hearing ini adalah masalah sistem, ada kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulut, dr Deibie Kalalo yang mengharuskan semua pengadaan obat, bahan habis pakai di RS dan UPTD dipusatkan di Kantor Dinkes di Jl 17 Agustus Manado dengan menunjui 1 orang Pejabat sebagai PPK untuk semua RS dan UPTD.

Anehnya,  kebijakan  yang belum resmi, baru sebatas lisan tetapi sudah berlangsung wajib dipatuhi Rumah Sakit dan UPTD. Sehingga jika membutuhkan obat dan bahan kebutuhan pelayanan lainnya harus diproses di Kantor Dinkes di Manado, dengan menempuh perjalanan yang memakan waktu dan biaya. Ini jelas memperlambat proses pelayanan kebutuhan pasien di RS.

Ini sudah melanggar aturan dan bikin proses birokrasi berbelit-belit dan memperlambat. Danpaknya Rumah Sakit  bisa kekurangan bahan-bahan kebutuhan pelayanan pasien, seperti obat, cetakan medikal rekord, reagen laboratorium,” tegas JK sapaan akrab Ketua Komisi IV yang ikut dibenarkan oleh anggota Komisi Herry Tombeng, Norie Supit, Meiva Salindeho Lintang.

Lanjut Karinda, para Direktur Rumah Sakit sebagai kuasa pengguna anggaran kesannya dilangkahi dan dipasung kewenangannya dengan ditunjuknya 1 orang PPKOM dan hanya 1 orang pejabat pengadaan di Dinkes. Ini sangat berbeda dengan di kabupaten /kota. Seperti Kabupaten Minahasa yang tetap memberikan kewenangan kepada  RS untuk memproses pengadaan obat, dan pengadaan belanja modal lainnya.

“Karena lambatnya sistem tersebut, pasien harus membeli obat sendiri. Kalau rumah sakit setiap hari harus melakukan pengambilan obat langsung ke Dinkes, tidak efektif dalam segi waktu. Semua proses pengadaan yang cepat namun dialihkan ke central itu keliru, “kata Ketua Fraksi Demokrat ini. Karinda pun berharap akan ada perubahan sistem dalam pelayanan.

“Sebaiknya ini direvisi dan kembalikan fungsi pengadaan obat, belanja modal dan pengadaan lain kembali ke rumah sakit. Karena yang paling tahu kondisi di rumah sakit adalah pihak rumah sakit, bukan Dinkes,” ujar Karinda usai memimpin hearing. (mom)