Terungkap di Konreg, Ini Isu Wilayah Sulawesi Masih Perlu Ditangani dan Fokus Lima Prioritas

MANADO – Pembangunan Sulawesi akan diarahkan untuk menjaga konsistensi pertumbuhan tinggi dan pengembangan hubungan perdagangan nasional di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta pengembangan hubungan internasional sebagai outlet di Wilayah Timur dengan lima strategi utama.

Konsultasi Regional Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024 Wilayah Sulawesi, di Sintesa Peninsula Hotel, Senin (5/8/2019). (foto:Ist)

Hal tersebut dikatakan Plt. Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Gellwynn Jusuf pada acara Konsultasi Regional (Konreg) Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024 Wilayah Sulawesi, di Sintesa Peninsula Hotel, Senin (5/8/2019).

Diketahui, Manado menjadi lokasi penyelenggaraan konsultasi regional kedua untuk Pulau Sulawesi, setelah kota Surabaya untuk Pulau Jawa Bali pada 29 Juli lalu, yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan konsultasi regional pada empat pulau besar lainnya, seperti Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dilakukan melalui penguatan program yang didukung penganggaran yang tepat (Money Follows Program) dengan pendekatan Tematik, Holistik, Integratif, dan Spasial. Selanjutnya RPJM Daerah yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah perlu memperhatikan RPJMN,”terang Gellwynn Jusuf.

Wakil Gubenur Steven Kandouw saat membuka Konsultasi Regional Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024 Wilayah Sulawesi

Ia pun menjelaskan pembangunan lima tahun ke depan akan berfokus pada lima prioritas nasional sesuai arahan Presiden RI, yaitu pembangunan infrastruktur, pembangunan SDM, mendorong investasi, reformasi birokrasi, dan penggunaan APBN.

Pertama, mempertahankan peran sebagai lumbung pangan nasional.

Kedua, mengembangkan industri pengolahan hilirisasi SDA, pertanian, perkebunan, logam dasar, dan kemaritiman.

Ketiga, memperkuat ketahanan bencana alam dan pemulihan pascabencana Sulawesi Tengah. Keempat, mengembangkan kawasan pariwisata. Kelima, menjamin pemenuhan konektivitas, dan infrastruktur pelayanan dasar pada kawasan.

Selanjutnya, prioritas pengembangan wilayah Sulawesi juga diarahkan pada pengembangan kawasan Metropolitan Mamminasata dan Manado, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu, dan Kawasan Industri Morowali.

Selain itu, beberapa isu mendasar wilayah Sulawesi yang masih perlu ditangani adalah permasalahan lingkungan, terutama dikaitkan dengan daya dukung.

Sebagai contoh, isu ketersediaan sumber daya air adalah hal yang krusial untuk segera ditangani karena sudah pada tahapan kritis, terutama pada wilayah Sulawesi bagian selatan.

Isu lainnya adalah belum optimalnya pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan pusat-pusat pertumbuhan, termasuk kawasan pariwisata berbasis alam dalam mendukung pengembangan ekonomi wilayah.

Belum memadainya konektivitas antar wilayah dan belum terwujudnya hub internasional untuk wilayah timur, belum optimalnya produktivitas sektor tanaman pangan untuk mendukung peran Pulau Sulawesi sebagai lumbung pangan nasional.

Tingginya potensi bencana yang belum sepenuhnya diantisipasi dengan upaya mitigasi dan adaptasi yang komprehensif, adanya ancaman stabilitas keamanan di wilayah perbatasan Sulawesi dan Filipina, masih tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran, terutama di kawasan perdesaan, masih terbatasnya infrastruktur dan layanan dasar perkotaan, belum optimalnya tata kelola dan kelembagaan pengelolaan kawasan metropolitan, serta belum optimalnya akses dan mutu pelayanan dasar (Standar Pelayanan Minimal/SPM).

Sesuai dengan pesan Presiden RI terpilih dan Visi Indonesia 2045 yang disampaikan pada 14 Juli 2019 lalu, Pemerintah harus mendorong investasi baik nasional maupun daerah untuk meningkatkan pertumbuhan dengan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya, dengan cara mempercepat proses perizinan dan menghilangkan semua hambatan investasi.

“Hingga saat ini masih terdapat regulasi berupa Peraturan Daerah di wilayah Sulawesi yang sifatnya masih menghambat,”bebernya.

Diantaranya adalah Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang belum menjelaskan kewajiban perusahaan untuk membangun smelter. Selanjutnya adalah Perda Provinsi Sulawesi Barat Nomor 6 Tahun 2017 dan Perda Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 10 Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahun 2017-2037, yang belum memuat jaminan atas Hak Pengusaha di bidang Pengairan Pesisir,” jelas Gellwynn.

Sementara, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey diwakili Wakil Gubernur Steven Kandouw berharap kegiatan konsultasi regional ini dapat dikuti secara seksama dan dapat dielaborasi dengan baik sehingga dapat menjadi modal untuk roadmap pembangunan Pulau Sulawesi ke depan.

“Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama adalah permasalahan disparitas, baik kesenjangan pertumbuhan ekonomi, kesenjangan kemiskinan, kesenjangan penciptaan lapangan pekerjaan, kesenjangan pembangunan sumber daya manusia serta pendidikan di Pulau Sulawesi belum merata,” ujar Kandouw.

Lebih lanjut Kandouw mengatakan cara pandang pembangunan infrastruktur provinsi dan kabupaten di Sulawesi belum betul betul mantap. Beliau berharap untuk permasalahan infrastruktur agar dapat bersama-sama dengan Kementerian PPN/Bappenas mengembangkan roadmap pembangunan infrastruktur lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran.

Berdasarkan hasil studi Growth Diagnostics yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas, penghambat utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang secara langsung dan tidak langsung berdampak terhadap kemiskinan adalah regulasi dan institusi. Regulasi yang ada tidak mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis, bahkan cenderung membatasi, khususnya pada regulasi yang terkait tenaga kerja, investasi, dan perdagangan.

Selain itu, kualitas institusi rendah, karena korupsi yang masih tinggi dan birokrasi yang tidak efisien, serta masih lemahnya koordinasi antarkebijakan. Birokrasi juga harus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan bukan untuk menciptakan regulasi yang memutuskan semangat investasi.

(srikandi)