Tol Laut Ada Tapi Tak Diminati Pengusaha Sangihe

Tahuna- Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Sangihe dalam meloby untuk mendatangkan kembali kapal tol laut di Kabupaten Sangihe terbilang berhasil, meski hampir setahun kapal tol laut tersebut tidak berlabuh di pelabuhan Nusantara Tahuna. 

Tapi kini masalah baru muncul terkait kehadiran kapal tol laut di wilayah perbatasan Sangihe. Pasalnya, sejumlah pengusaha enggan bergabung dengan kapal laut
lantaran mereka (Pengusaha,red) sudah dikenakan pajak.

Hal ini tak ditepis Salah satu kepala Bidang di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Sangihe dikonfirmasi terkait ada sejumlah pengusaha yang enggan bergabung dengan tol laut.

“Muatan sekarang dari Surabaya-Makasar tidak sama dengan lalu, karena mereka takut tentang pajak. Sementara amanat Presiden, bagi pedagang atau pengusaha tidak dikenakan pajak supaya benar- benar disparitas harga dapat di rasakan oleh masyarakat terutama di wilayah perbatasan Kabupaten Sangihe,” ujarnya.

Lanjut dikatakannya, anehnya dari pihak Pajak Pratama Tahuna mendatangi sejumlah pengusaha sehingga imbasnya pengusaha tersebut ketakutan dan enggan bergabung dengan tol laut.

“Kami sudah keliling kepada para pedagang dan semunya mengeluh, mereka ketakutan tidak mau lagi menggunakan tol laut karena dari pihak Pajak Pratama sudah mendatangi mereka,” tukasnya.

Kepala Dinas Perindag Kabupaten Sangihe, Ir Felix Gaghaube menjelaskan dari perjalan kapal tol laut selama 3 tahun sejak 2016 hingga 2018 memang mengalami penurunan drastis kalau di bandingkan dengan tahun
sekarang ini.

“Jadi saya belum bisa memberikan pernyataan yang lebih, namun yang pasti kalau kita evaluasi perjalanan tol laut dari tahun 2016 , 2017, 2018 dan 2019 memang menurun drastis baik jumlah konteiner maupun
jenis barang di angkut di kapal tol laut,” kata Gaghaube.

Disinggung soal adanya pungutan pajak yang menyebabkan pihak pengusa enggan bergabung dengan tol laut, mantan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sangihe ini tak menepisnya.

“Terkait ada pernyataan ada penagihan pajak, itu masih kami telusuri bersama. karena memang sudah ada tagihan, dimana ada beberapa pengusaha grai maritim dan tentu pihak pejak menagih itu sudah berdasarkan aturan, Cuma kita akan mencari sebenarnya terkait perundang- undangan yang memback up tol laut dan ternyata ada beberapa Kepres yang memback up tol laut ini. Ini yang sementara kita pelajari supaya nanti duduk bersama menyelesaikan permasalahan ini,” jelas Gaghaube.

Sementara itu kepala Seksi Estensifikasi dan Penyuluhan Kantor Pratma Tahuna, Burhan D membantah pernyataan dimana ada pelaku usaha dan wajib pajak enggan menggunakan tol laut dikarenakn tagihan pajak yang
tidak sesuai. Apalagi Tegas Burhan, tol laut merupakan program pemerintah yang mendapatkan subsidi dari pajak seharusnya para wajib pajak pelaku tol laut menjadi contoh perpajakan.

“Dalam hal keengganan para pelaku usaha dan wajib pajak tidak menggunakan tol laut itu bukanlah rana kami menanggapinya karena ini murni kepentingan bisnis. Namun jika dianggap keengganan menggunakan
tol laut di sebabkan di kejar- kejar pajak kami anggap ini salah besar. Justru pajak sangat mendukung program tol laut, karena ini merupakan program pemerintah sebagaimana diketahui bahwa tol laut mendapatkan subsidi berasal dari pajak dan justru tol laut dananya
berasal dari pajak yang seharusnya wajib pajak selaku pelaku tol laut menjadi contoh yang baik di bidang perpajakan,” tegasnya.

Terkait anggapan pajak PPN hingga mencapai 30 persen atas permintaan kantor pajak ini pun sangatlah keliru kata Burhan. Alasannya, karena barang- barang diangkut menggunakan tol laut khususnya muatan sembako
tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Juga soal pajak PPN yang “mencekik” leher yang mana pajak PPN sampai 30 persen di minta kantor pajak, kami nyatakan itu tidaklah benar. Barang barang yang diangkut dengan tol laut, di dominasi oleh sembilan bahan pokok (sembako) dan perlu di ketahui bahan sembako itu tidak dikenakan pajak PPN,” tegasnya. (Zul)