Kasus Dego Dego Bakal Tembus Biro Wasidik Mabes Polri Buntut Penanganan Mandek di Polda Sulut

Clift Pitoy, SH

MANADO – Christine Irene Nansi Howan lewat kuasa hukumnya, Clift Pitoy, SH berencana menyurat ke Biro Wasidik Mabes Polri dalam waktu dekat. Nansi kecewa dengan kinerja penyidik Polda Sulut atas laporannya terkait dugaan tindak pidana penyerobotan tanah di lahan eks RM Dego Dego kawasan Jln. Wakeke, Kel. Wenang Utara Ling. III Kec. Wenang, Kota Manado yang sampai sekarang belum tuntas-tuntas di tangani Polda Sulut.

Laporan yang dikenal dengan kasus Dego Dego melibatkan oknum Direktur PDAM Manado, MT alias Meiky sebagai terlapor itu dilaporkan sejak tanggal 19 Oktober 2020 lalu namun sudah 3 tahun ini kasus dengan nomor register kepolisian LP/477/IX/2020/SULUT/SPKT masih mengendap Polda Sulut

“Dalam hal ini tentu klien kami ingin mencari kepastian hokum. Melihat proses yang berjalan selama ini mandek terus meskipun sudah dua kali dilakukan gelar perkara dan sudah ada rekomendasi gelarnya. Berdasarkan ini semua sampai kami akan menyurat ke Biro Wasidik Mabes Polri,” kata Pitoy.

Ada dua poin penting akan dipertanyakan dalam surat itu, yakni terkait tindaklanjuti hasil gelar perkara khusus yang tidak dijalankan penyidik kemudian soal kebenaran surat SP3D (Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas) yang diserahkan oknum Karo Wasidik Polda Sulut seolah-olah kasus ini masih akan disupervisi dan diasistensi Biro Wasidik Mabes Polri.

“Hasil gelar perkara khusus ketika itu menghadirkan doctor ahli pidana dan saksi ahli dari BPN merekomendasi laporan klien kami segera ditingkatkan ke penyidikan karena terdapat unsure pidana. Bukan dilanjutkan penanganannya tapi tiba-tiba terbit SP3D masih akan diasitensi. Nah, SP3D ini disinyalir palsu, makanya kami akan menanyakan langsung ke Biro Wasidik Mabes,” tukas Pitoy.

Sikap Polda Sulut ini juga membuat kecewa Doktor Ahli Pidana, Michael Barama, SH, MH yang dua kali diundang Polda Sulut dalam gelar perkara dan gelar perkara khusus untuk dimintai pendapat hukumnya.

Dia merasa terusik karena seorang berpendikan doctor ahli hokum namun pendapatnya hukumnya terkesan tidak dipakai penyidik. “Untuk apa undang saya kalau begitu. Ingat, jangan hanya kasus tome tome ini menambah ketidakpercayaan public terhadap institusi polri,” tegas Dosen Universitas Samratulangi ini.

Sekadar diketahui, kasus ini awalnya berproses di Polresta Manado namun dihentikan penyelidikannya akhir tahun 2022. Pihak pelapor sendiri tak puas, karena dalam hasil gelar perkara pertama diperoleh kesimpulan terdapat unsure pidana tapi tiba-tiba kasusnya ditutup.

Pelapor pun melayangkan surat Dumas (Pengaduan Masyarakat) ke Kapolda Sulut. Berdasarkan rekomendasi Kapolda Irjen Pol. Setyo Budiyanto dilakukan kembali gelar perkara khusus.  

Hasilnya, terdapat 3 kesimpulan dan 6 rekomendasi diantaranya, lagi-lagi ditemukan adanya tindak pidana dalam kasus itu dan merekomendasi agar penyidik melanjutkan kembali penanganan perkara tersebut.

Berdasarkan hasil gelar perkara khusus itu Polda Sulut mengambil alih penanganan kasus tersebut untuk dilanjutkan proses hukumnya. Sayang, ending dari kasus ini tidak jelas. Sampai sekarang kasus yang dilaporkan wanita paruhbaya tersebut masih mengendap di Polda Sulut.

“Jadi laporan klien kami bukan lagi berproses di Polresta Manado karena sudah diambilalih Polda Sulut berdasarkan hasil gelar perkara khusus untuk dilanjutkan penanganan perkaranya. Namun kami bingung, penyidik Polda justru terkesan mengabaikan rekomendasi hasil gelar perkara khusus itu. Nah, ini yang akan kami laporkan dan pertanyakan ke Biro Wasidik Mabes Polri,” tandas Clift. [anr]