Penutupan AEYA 2018, Kandouw: Anak Muda Sebarkan Pengaruh Positif di Negaranya

(Wagub Steven Kandouw sambutan penutupan AEYA 2018 di GKIC Manado, Kamis (11/4/2018) malam (foto:Ist)

MANADO– Kaum muda Kristen se-Asia menjadi pelopor perdamaian dan kerukunan dunia. Dikatakan Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Steven Kandouw ketika menutup Acara Asian Ecumenical Youth Assembly (AEYA) 2018 di Grand Kawanua International Convention Centre Manado, Rabu (11/4/2018) malam.

“Marilah kita senantiasa menjunjung tinggi kerukunan dan perdamaian, semangat saling menjaga dan saling menghormati serta tetap berpandangan bahwa keberagaman atau perbedaan yang ada adalah karunia dan warna yang indah yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada kita,” katanya.

Lanjut Kandouw, keberagaman dan perbedaan itu mampu memperkuat rasa persaudaraan seluruh peserta AEYA.

“Kita harus perkuat nilai-nilai persaudaraan, solidaritas, cinta kasih, cinta lingkungan, cinta kepada masa depan, dan terutama cinta kepada Tuhan,” paparnya.

Disamping itu, Kandouw optimis seluruh peserta AEYA dapat menyebarkan pengaruh positif setelah kembali ke negaranya masing-masing.

“Kiranya pengetahuan dan pengalaman, bahkan makna kebersamaan dan persaudaraan yang telah diperoleh dari pertemuan ini akan bermanfaat di tempat melanjutkan pembangunan daerah dan bangsa dalam berbagai dimensi kehidupan nantinya,” ujarnya.

Lebih jauh Kandouw menyebutkan, generasi muda harus memiliki kualitas intelektual yang unggul, serta memiliki kepribadian, sikap dan perilaku yang layak diteladani.

“Berjuta harapan di pundak anak muda untuk memberikan kontribusi positif bagi kehidupan yang lebih baik,” imbuhnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Christian Conference Asia (CCA) Dr Mathews George Chunakara mengatakan, di tengah situasi yang kompleks, CCA melalui AEYA berupaya melakukan terobosan bagi kaum muda Kristen Asia dengan berkumpul di tingkat regional untuk mengatasi beberapa masalah dan realitas Asia yang lebih luas untuk mengembangkan tanggapan ekumenis demi kesaksian Kristen yang efektif.

Lanjut Chunakara, agenda AEYA 2018 adalah pertemuan pemuda ekumenis Asia yang ketiga kalinya diselenggarakan oleh CCA dalam 61 tahun sejarahnya; acara pemuda yang pertama terjadi pada tahun 1964 di Kota Dumaguete, Filipina. Sidang pemuda kedua diadakan pada 1984 di New Delhi, India, di mana Chunakara sendiri adalah salah satu dari 200 peserta.

“Banyak pemimpin oikumenis saat ini adalah produk gerakan pemuda dan mahasiswa Kristen. Karena itu gerakan pemuda dan mahasiswa harus diperkuat lagi,” ucapnya.

Lebih jauh, Chunakara menerangkan program CCA selama tahun 2015-2020 memberikan prioritas kepada pemuda untuk berpartisipasi di berbagai tingkatan.

“Termasuk magang pemuda jangka panjang, pelatihan duta muda untuk perdamaian di Asia, program pengembangan kepemimpinan pemuda dan pembentukan ekumenis di tingkat nasional dan tingkat sub-regional,” imbuhnya.

Diketahui, AEYA adalah acara pemuda ekumenis utama yang diprakarsai oleh CCA untuk menyatukan lebih dari 350 anak muda dari negara-negara di kawasan Asia yakni : Indonesia, Malaysia, Hongkong, Kamboja, Myanmar, Bhutan, Jepang, Srilanka, Bangladesh, Korea, Australia, India, Pakistan, Filipina, Nepal, Taiwan dan New Zealand.

Acara ini memberikan platform bagi anak muda Kristen Asia untuk membahas berbagai isu dan tema Asia yang sedang berkembang seperti, ‘Menuju Membentuk Dunia yang Berubah: Peran Pemuda Asia’, ‘Saksi Nabi terhadap Kebenaran dan Cahaya: Perspektif Teologis Alkitabiah, ‘Spiritualitas dalam Dunia Digital’, ‘Merangkul dan Menghargai Keragaman dan Martabat Manusia,’ dan ‘Mengubah Nilai-Nilai dan Budaya Keluarga di Asia: Suara Antar Generasi.’

Dalam sesi dialog, para pemuda membahas isu-isu dan tema seperti ‘Intoleransi Agama dan Politisasi Agama’, ‘Kecerdasan Buatan: Masa Depan Kaum Muda Asia’, ‘Perdagangan Orang dan Orang-Orang yang Bergerak di dalam dan di Luar Asia,’ ‘Perkembangan dan Teknologi Manusia Kemajuan di Asia, ‘Apakah Kaum Muda Asia Menjadi Pengembara Digital?’ dan ‘Menghilangnya Nilai-Nilai Cinta dan Peduli di Tengah-Tengah Kebudayaan Diri’. ‘

Penutupan Asian Ecumenical Youth Assembly 2018 turut dihadiri Ketua Sinode GMIM Pdt. Dr. Hein Arina, Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat selaku Wakil Ketua Umum Panitia dr. Kartika Devi Kandouw-Tanos, MARS, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Pelaksana Harian Edison Humiang dan para pejabat Pemprov Sulut lainnya. (srikandi/hm)