Polda Diduga Abaikan Keterangan Saksi Doktor Ahli Pidana dalam Kasus Dego Dego, “Ingat Kepercayaan Publik pada Polri”

Doktor ahli pidana, Maikel Barama

MANADO – Wajar jika Maikel Barama merasa tersinggung karena integritasnya sebagai seorang doctor ahli pidana sedikit terganggu dengan sikap Polda Sulut dalam penanganan dugaan kasus tindak pidana penyerobotan tanah di kawasan eks RM Dego Dego Jl. Wakeke, Lingkungan III, Kel. Wenang Utara, Kecamatan Wenang, Kota Manado.

Sebab dua kali diundang dalam gelar perkara khusus yang dilaksanakan Polda Sulut bersama pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) dihadiri Nency Runturambi sebagai saksi ahli namun keterangan dirinya terkesan tidak dipakai Polda Sulut dalam perkara dengan terlapor oknum Dirut PDAM Manado, MT alias Meiky.

“Untuk apa undang saya kalau begitu. Ingat, jangan hanya kasus tome tome ini menambah ketidakpercayaan public terhadap institusi polri,” tegas Dosen Universitas Samratulangi ini.

Kasus ini dilaporkan Christine Irene Nansi Howan tanggal 19 Oktober 2020 silam  dengan nomor laporan polisi LP/477/IX/2020/SULUT/SPKT. Dan dalam gelar perkara khusus oleh Polda Sulut menghasilkan 3 kesimpulan dan 6 rekomendasi diantaranya, ditemukan adanya tindak pidana dalam kasus itu dan merekomendasi agar penyidik melanjutkan kembali penanganan perkara tersebut.

“Kasus ini sudah lama. Harusnya sudah SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). Disitu antara jaksa, hakim dan advocad saling memberi masukan. Itulah yang dimaksudkan dalam system peradilan untuk mengontrol di dalam satu kesatuan,” jelas Mner Barama.

Untuk itu penyidik Polda Sulut yang menangani perkara ini diminta saling koordinasi berdasarkan bukti-bukti yang ada, tidak hanya menunggu. “Mereka harus koordinasi apakah bukti-bukti sudah cukup atau tidak. Sebab kalau ini rusak, tidak jalan itu penegakan hokum,” bebernya.

Dia pun mengingatkan penyidik terkait Peraturan Kapolri No. 6 tahun 2019 tentang tindak pidana agar jangan sampai menghilangkan kepercayaan public terhadap institusi Polri sebagaimana yang didengung-dengungkan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.

“Integrated criminal justice System itu hal saling mengontrol, ada kesatuan pendapat, harus mulai dari situ untuk system penyidikannya. Apa guna penyidik bilang itu SPDP, penyerahan tahap I, tahap II. Jangan sampai UU-nya bagus tapi pelaksanaannya di lapangan nda bagus,” tegas Barama.

Sementara Polda Sulut sebagaimana disampaikan Kabag Wasidik AKBP Sefrie Boko kepada pihak pelapor lewat surat SP3D (Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas) menjelaskan, laporan kasus tersebut masih akan dilaporkan masih akan dilaporkan ke Biro Wassidik Mabes Polri untuk dilakukan supervise maupun asistensi.[anr]