Ini Penyebab Sangihe Belum Tersentuh Program Subsidi Konversi Minyak Tanah Ke LPG 3Kg

Tahuna- Sudah 12 tahun lamanya Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan program kebijakan konversi minyak tanah ke LPG (Liquid Petroleum Gas) atau yang lebih dikenal dengan elpiji 3 Kg. Kebijakan konversi ini pun terbilang sukses, terbukti dari data yang media ini dapatkan di tiga tahun awal kebijakan konversi, pemerintah sudah menghemat biaya subsidi sebanyak 21,78 Trilyun.

Tentunya jika hal diatas (Konversi minyak tanah ke elpiji) diterapkan di Kabupaten Kepulauan Sangihe, jelas akan membantu warga perbatasan Indonesia-Philipina ini berhemat. Namun, dari hasil pantauan media ini dilapangan, masih banyak warga yang tak setuju jika program ini benar-benar diterapkan di Sangihe. 

Warga Sangihe masih mengandalkan minyak tanah untuk memasak didapur seriap harinya.

Warga yang tidak setuju kebanyakan berasal dari kampung atau desa di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Selain belum terbiasa menggunakan kompor gas, alasan lainnya adalah takut. Karena anggapan mereka gas LPG 3Kg seperti bom waktu yang setiap saat akan meledak. Kalau warga yang setuju, datang dari kawasan Kota Tahuna dan sekitarnya, jelas alasannya lebih hemat dan lebih cepat dalam memasak makanan.

Demi memenuhi keinginan-tahuan media ini terkait mengapa Kabupaten Kepulauan Sangihe tak tersentuh program kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji, penulis pun bertanya langsung ke Kepala Bagian Ekonomi Kabupaten Kepulauan Sangihe Johanis Pilat. Beliau menyatakan perihal tersebut belum akan terjadi di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Bahkan dalam jangka waktu yang tidak dapat dipastikan.

“Dan sesuai rapat terakhir bulan April bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) serta Brans Manager PT Pertamina Sulut bahwa Kabupaten Kepulauan Sangihe salah satunya dari tiga kabupaten kepulauan belum ada perencanaan konversi bahan bakar minyak ke LPG 3 Kg bersubsidi.”kata Pilat. 

Kepala Bagian Ekonomi Kabupaten Kepulauan Sangihe Johanis Pilat.

Disinggung apakah karena kebiasaan masyarakat kepulauan yang terbiasa memakai minyak tanah dan adanya rasa takut saat beralih ke gas, yang menjadi pemicu PT Pertamina tak memasukkan daerah kepulauan ke rencana konversi tersebut, Pilat menegaskan bukan karena hal itu, tapi memang murni dari kebijakan PT Pertamina sendiri.

“Wajar jika masyarakat khawatir akan hal itu. Serta mungkin minimnya informasi yang masyarakat dapatkan tentang pemakaian LPG 3Kg. Warga Manado saja diawal program konversi ini sempat ada rasa resistensi atau rasa takut, tapi sekarang sudah terbiasa.”ungkapnya.

“Saya kira bukan itu kendalanya, cuma memang kebijakan atau strategi dari PT Pertamina sendiri melihat bahwa tiga kepulauan ini mungkin masih lebih layak pakai minyak tanah daripada gas. Mungkin ada pertimbangan teknis saya kira, atau pemikiran-pemikiran strategis lainnya seperti penyiapan insfrastruktur. “tandas Pilat. (Zul)