Permohonan Buka Kembali Kasus ‘Dego Dego’, Pakar Hukum: Putusan Sidang KE Aiptu FT Bisa jadi Pertimbangan Polda

Eugenius Paransi, SH, MH

MANADO – Terus bergelindingnya kasus penguasaan tanah tanpa hak di lahan eks RM Dego Dego, Jln. Wakeke, Kelurahan Wenang Utara di meja penyidik kepolisian sejak tahun 2020 ikut menyita perhatian ahli hukum.

Pasalnya, dari perkara dengan terlapor oknum Dirut PDAM Manado, MT alias Meiky ini telah ‘memakan’ korban oknum penyidik Polresta Manado, Aiptu FT alias Fan yang diputus dalam Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) oleh Propam Polda Sulut.

Kasubnit V Harda Sat Reskrim Polresta Manado itu harus dimutasi dan dikenakan demosi atau penundaan kenaikan pangkat 1 tahun karena dinilai tidak menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara professional, proporsional dan procedural atau melanggar Perkap No. 07 tahun 2022, Pasal 5 ayat 1 huruf c tentang Kode Etik Profesi Polri.

Eugenius Paransi, SH, MH, salah satu ahli hukum pidana mengaku mengikuti terus perkembangan perkara tersebut. “Saya ikuti apalagi sudah sampai ada sidang kode etiknya,” kata Akademisi Fakultas Hukum Unsrat ini.

“Apa sudah dibuka kembali perkaranya?” tanya balik Paransi. “Sebenarnya putusan etik itu sebagai pertimbangan penyidik membuka kembali atau membuat laporan kembali oleh pelapor,” ujar Paransi.

Namun putusan sidang komisi KE itu menurutnya, bukan menjadi dasar, atau cantolan untuk membuka kembali perkara itu.

“Karena itu terkait pribadi, perilaku seorang polisi, tidak konsisten pada tugasnya atau atasannya. Tapi putusan itu bisa menjadi dasar pertimbangan untuk membuka kembali karena menjadi novum baru,” tutur Paransi.

Sekadar diketahui, pelapor Nancy Howan melalui kuasa hukumnya, Clift Pitoy, SH dan Charles Sangkay, SH dari Rawung’S & Pitoy Law Office pada 12 September 2022 telah melayangkan surat permohonan ke Kapolda Sulut untuk membuka kembali laporan dugaan penyerobotan tanah yang diduga dilakukan Meiky.

Pasalnya, penyidik Aiptu FT telah menutup perkara dengan nomor laporan polisi No: LP/B/477/X/2020/SPKT tersebut dengan alasan tidak cukup bukti.

Padahal Polda Sulut telah mengeluarkan SP3D (Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas) atas hasil gelar perkara khusus oleh Ditreskrimum No: B/287/VI/RES.7.5/2022/Ditreskrimum yang menyatakan ditemukan adanya peristiwa pidana dalam kasus/laporan tersebut.

“Ini kan yang membuat oknum penyidik polresta itu disidang kode etik. Harusnya dia menjalankan perintah itu menaikan perkara tersebut ke penyidikan, bukan menutup perkara itu. Kan sudah jelas perintah polda itu, apalagi itu lewat gelar perkara khusus,” beber Paransi. [anr]