Sembel Sebut Disperindag Asbun Terkait Harga Cengkih

MANADO-Paulus Adrian Sembel aktivis Asosiasi Petani Cengkih Indonesia (APCI) Sulut menyatakan, Disperindag Sulut jangan asbun dan asal ngomong, apalagi mengeluarkan pernyataan yang tidak populer atau kurang elok dimata rakyat, khususnya Petani Cengkih.

Pernyataan ini disampaikan Sembel, karena penyampaian Disperindag Sulut di salah satu media, bahwa dengan harga cengkih Rp 58 ribu per kg petani cengkih masih ada keuntungan.

Kepada wartawan Sembel menjelaskan, sejak pemeliharaan, pemetikan, sampai pengeringan, biaya yang dikeluarkan petani cukup besar.

“Bahkan sejak pemetikan (tidak dihitung dari pemeliharaan bertahun-tahun), pupuk biaya yang dikeluarkan kurang lebih 69 ribu rupiah termasuk di dalamnya sewa buruh/pemetik, buat tangga, sediakan, sarung, karung, tikar, pembersihan cengkih mentah, penyimpanan dll, blum lagi soal biaya transportasi baik cengkih mentah dari kebun kerumah dan cengkih kering untuk dijual kepedagang/pembeli, “tegas Sembel.

Lanjut Sembel, yang penting disini sebenarmya bukan soal tambah kurang harga pasaran saat ini dengan biaya produksi. Tapi dampak psikologis masyarakat petani cengkih yang ber puluh-puluh tahun berkecimpung dengan tanaman cengkih diperhadapkan dengan persoalan hidup sehari-hari.

“Harus ada simbiosis mutualistik (saling menghidupkan) antara pemerintah, pengusaha/perusahaan rokok dan petani. Karena lewat komoditas cengkih ini, pemerintah memperoleh pajak/cukai rokok yang sangat besar sampai trilyiunan rupiah, dan perusahan rokok telah mengembangkan usaha-usaha mereka dibidang yang lain, “ucapnya.

Sembel juga menegaskan bahwa menjadi penting disini adalah bicara Prinsip Keadilan antara pemerintah, pengusaha/perusahaan rokok dan Petani. Apa yang petani dapat, setelah sekian tahun sejak Indonesia merdeka sudah memberikan sumbangsih besar terhadap ekonomi negara, juga telah menciptakan orang-orang kaya di Republik ini yakni para pemilik perusahaan rokok besar. .

“Harus kita ingat dampak sosial jatuhnya harga Cengkih bertahun-tahun di daerah ini adalah terjadinya proses pemiskinan masyarakat secara struktural dan masif. Buktinya lahan pertanian tidak bisa diolah maksimal karena kekurangan modal, petani tidak mampu menyekolahkan anaknya kejenjang pendidikan tinggi, pengangguran besar, ancaman tarfficking bagi gadis-gadis/anak petani dan lainnya, “ungkap Sembel. Sambil mengingatkan Disperindag jangan melihat harga cengkih sesederhana begitu, apalagi dikatakan Petani masih untung dengan kondisi harga sekarang. (27)